Medan, MitraBhayangkara.my.id – Ketertutupan informasi publik di tubuh Inspektorat Kabupaten Dairi kian menjadi sorotan tajam. Dalam sidang pemeriksaan awal yang digelar Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KIP Sumut), Selasa (22/7/2025), pihak Inspektorat absen tanpa perwakilan, dengan alasan menghadiri rapat paripurna DPRD Kabupaten Dairi.
Ketidakhadiran tersebut memicu kecurigaan dari pihak Pemohon, PT Media Revolusi, yang menggugat Inspektorat atas dugaan tidak transparan dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas tahun 2021 hingga 2023.
“Kalau alasannya hanya rapat paripurna, jelas ini bentuk penghindaran. Masa satu kantor tidak bisa tunjuk satu wakil pun ke sidang resmi? Ini jelas akal-akalan!” tegas Marojak Sitohang, Pemimpin Redaksi Revolusinews.
Gugatan ini diajukan karena Inspektorat Dairi dianggap tidak memberikan akses terhadap dokumen publik, seperti Surat Perintah Tugas (SPT), kwitansi, dokumentasi kegiatan, serta laporan hasil pengawasan. Padahal, permintaan informasi tersebut merupakan hak setiap warga negara sebagaimana dijamin dalam:
-
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), khususnya:
-
Pasal 11 huruf c dan d, yang mewajibkan badan publik menyediakan informasi mengenai laporan keuangan dan kegiatan.
-
Pasal 28F UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi untuk mengembangkan dirinya dan lingkungan sosialnya.
-
Pasal 37 UU KIP, yang mengatur tata cara keberatan dan kewajiban badan publik merespons permohonan informasi secara substantif.
-
Namun, dalam jawaban tertulis melalui Surat No. 700.1.1.1/790/Inspektorat/IV/2025, pihak Inspektorat dinilai tidak menyertakan satu pun dokumen yang diminta, tidak menjelaskan alasan penolakan melalui uji konsekuensi, dan tidak menyebutkan hak pemohon untuk mengajukan keberatan — yang jelas-jelas melanggar prosedur hukum.
Lebih mengejutkan, dugaan ketertutupan ini makin diperkuat dengan temuan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) yang mengungkap adanya 41 kegiatan perjalanan dinas tak sesuai ketentuan, dan kelebihan pembayaran senilai Rp305.260.000 pada tahun 2023.
Temuan BPK tersebut menjadi indikator kuat adanya penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah. Maka, publik bukan hanya berhak tahu, tetapi juga berhak mengawasi dan mempertanyakan.
Mangkirnya pihak Inspektorat dari sidang resmi lembaga negara seperti Komisi Informasi dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap proses hukum (contempt of court), sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Ketua Majelis Komisioner KIP Sumut mencatat ketidakhadiran tersebut dalam berita acara dan memastikan akan melayangkan pemanggilan ulang. Jika kembali mangkir, KIP Sumut berwenang menjatuhkan putusan secara verstek atau tanpa kehadiran termohon, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KIP.
Marojak Sitohang menegaskan bahwa pihaknya akan terus melanjutkan proses hukum ini hingga ke tingkat tertinggi, demi membela hak publik atas informasi dan menegakkan prinsip akuntabilitas.
“Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban hukum. Kalau anggaran publik ditutup-tutupi, ada yang tidak beres,” pungkasnya.
Pewarta: Baslan Naibaho
Editor: 75