Bupati Samosir Terancam Pidana: Dugaan Pemecatan ASN dengan Keterangan Palsu dalam Akta Otentik Muncul di PTTUN


MitraBhayangkara.my.id, Medan – 
Sidang gugatan tata usaha negara yang sedang berlangsung di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan, kini menyeret nama Bupati Samosir Vandiko T. Gultom ke pusaran dugaan pelanggaran hukum serius. Ia diduga melakukan tindak pidana dengan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP, terkait pemecatan dr. Bilmar Delano Sidabutar dari jabatannya sebagai Plt Kepala Puskesmas Harian.


Pemecatan yang dilakukan melalui Surat Keputusan Bupati Samosir Nomor 233 Tahun 2024, dinilai sarat muatan politis dan tidak didukung dua alat bukti sah sebagaimana prinsip hukum pidana. Dalam pengaduan resminya kepada Kapolres Samosir tertanggal 5 Juni 2025, dr. Bilmar mengungkap bahwa alasan pemecatannya—yakni dugaan pengambilan barang inventaris Puskesmas Harian—tidak pernah ia lakukan dan bahkan tidak pernah terbukti.


Dalam surat pengaduan masyarakat (DUMAS) tersebut, dr. Bilmar menyebut bahwa dirinya diberhentikan berdasarkan keterangan palsu yang dimuat dalam dokumen resmi (akta otentik), padahal ia memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang bersih serta tidak pernah dipanggil secara sah untuk memberikan klarifikasi sebelum pemberhentian dilakukan.


“Bahwa Bupati Samosir telah memberikan keterangan tidak benar dan menyatakannya dalam keputusan resmi yang mengakibatkan saya diberhentikan dari jabatan ASN,” tulis dr. Bilmar dalam laporannya, seraya menegaskan bahwa tindakan tersebut telah merugikan dirinya secara profesional maupun sosial.


Sidang yang digelar pada Rabu (9 Juli 2025) di PTTUN Medan menjadi panggung terbuka bagi publik, saat Kabag Hukum Setda Samosir Jaubat Harianja selaku kuasa hukum Pemkab terlihat tak mampu menjawab argumentasi Ahli Hukum Tata Negara Dr. Nelson Simanjuntak. Dalam kesaksiannya, Dr. Nelson menegaskan bahwa pemberhentian ASN harus berdasarkan bukti sah, bukan sekadar tuduhan.


“Kalau tuduhan tidak didukung dua alat bukti dan inspektorat menyatakan tidak ada aset hilang, maka dasar pemberhentian menjadi tidak sah. Itu cacat hukum,” tegas Dr. Nelson.


Bahkan saat pihak Pemkab mengangkat isu ketidakhadiran dr. Bilmar dalam panggilan Inspektorat, ahli menjawab bahwa pemecatan bukanlah bentuk balasan atas ketidakhadiran, melainkan harus tetap melalui proses pembuktian pelanggaran secara administratif dan hukum.


Situasi ini menempatkan Bupati Vandiko T. Gultom dalam posisi terjepit, apalagi hingga berita ini diterbitkan, ia belum memberikan pernyataan resmi terkait sidang maupun dokumen yang mendasari pemecatan dr. Bilmar. Bila terbukti bersalah, perbuatannya dapat dijerat Pasal 266 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun karena telah menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan menggunakannya untuk keputusan administratif.


Pasal yang Diduga Dilanggar

  • Pasal 266 ayat (1) KUHP: Barang siapa menyuruh menuliskan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik, dapat dipidana maksimal 7 tahun.

  • Pasal 263 KUHP: Pemalsuan surat dan penggunaannya dapat dikenai pidana maksimal 6 tahun.

  • Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik dapat dihukum penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.


Jansen Sidabutar, Direktur PT Mitra Tribrata News mengatakan bahwa kasus ini menjadi preseden penting bagi perlindungan hak-hak Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap penyalahgunaan wewenang pejabat daerah. Proses hukum harus berjalan secara independen, transparan, dan tanpa intervensi politik demi menjamin keadilan dan kepastian hukum.


Reporter: Tim Investigasi
Editor: Redaksi MitraBhayangkara.my.id

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 1