Medan, MitraBhayangkara.my.id – Kasus pemecatan dr. Bilmar Delano Sidabutar, mantan Plt. Kepala Puskesmas Harian, kian menjadi sorotan. Dokter yang dinonaktifkan secara sepihak oleh Bupati Samosir Vandiko T. Gultom ini kini menempuh jalur hukum. Laporannya ke Polda Sumatera Utara atas dugaan pemalsuan dokumen kini telah memasuki tahap uji forensik terhadap berkas Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang disebut-sebut digunakan untuk memfitnah dirinya.
Senin (14/7/2025), Kanit 3 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Sumut, Kompol Faidir Chaniago, mengonfirmasi bahwa penyelidikan tengah berlangsung aktif.
"Kami sudah memeriksa 16 saksi, melakukan olah TKP, dan menyita barang bukti. Saat ini masih menunggu hasil uji forensik dari laboratorium," jelas Faidir.
Laporan dr. Bilmar teregister dengan nomor LP/B/1356/XI/2023/SPLT/Polda Sumatera Utara, tertanggal 9 November 2023. SKP yang dilaporkannya sebagai palsu itu digunakan dalam proses pemberkasan CPNS menjadi PNS tahun 2023, dan ia sendiri yang awalnya melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke Inspektorat Kabupaten Samosir.
“Setelah saya laporkan SKP palsu itu, justru saya yang diselidiki dan kemudian diberhentikan. Seolah-olah saya yang bersalah,” ungkapnya.
Menariknya, kasus ini tidak hanya berkembang di ranah hukum. Di tengah masyarakat Samosir dan sejumlah grup WhatsApp lokal, beredar spekulasi bahwa pemecatan dr. Bilmar tidak lepas dari konflik politik saat Pilkada terakhir. Diketahui, dr. Bilmar dinilai memiliki kedekatan dengan salah satu kandidat yang berseberangan.
Beredarnya isu ini memperkuat dugaan bahwa pemecatan tersebut sarat dengan muatan politis dan diduga merupakan bagian dari "balas dendam politik" pasca-pemilu kepala daerah. Meski demikian, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemkab Samosir yang menanggapi tuduhan tersebut.
Berita tekait :
Pemecatan dr. Bilmar juga dikaitkan dengan penolakannya menandatangani dokumen yang disebut telah dipalsukan dan digunakan sebagai syarat akreditasi Puskesmas. Dokumen tersebut, menurut pengakuannya, diminta langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Samosir, dr. Dina Hutapea, saat dirinya sudah tidak menjabat sebagai Plt Kepala Puskesmas.
Lebih jauh, dr. Bilmar juga menyampaikan bahwa terdapat tiga orang pegawai di Puskesmas Harian yang tidak memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) – syarat legal yang wajib dipenuhi dalam proses akreditasi. Hal ini disebutnya sebagai bentuk pelanggaran serius yang ingin ditutupi dengan memintanya menjadi “tumbal”.
Jika benar terbukti terjadi pemalsuan dokumen, pihak-pihak terkait dapat dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara. Selain itu, dugaan penyalahgunaan kewenangan untuk memaksakan penandatanganan dokumen palsu dapat dikenakan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat.
Tindakan tersebut juga bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya pasal-pasal yang mengatur integritas, objektivitas, serta larangan tindakan yang merugikan ASN karena perbedaan politik.
Hingga berita ini diterbitkan, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom dan dr. Dina Hutapea belum memberikan tanggapan apapun atas sejumlah tuduhan serius yang disampaikan oleh dr. Bilmar.
Kasus ini kini menjadi ujian bagi integritas birokrasi daerah dan independensi aparat penegak hukum dalam menindak dugaan kriminalisasi terhadap ASN yang memilih jalur kebenaran.
(75)