Dewan Kosong Saat Rakyat Menangis, Aksi Solidaritas Dairi Jadi Sorotan


Dairi, MitraBhayangkara.my.id — Aksi demonstrasi besar yang digelar ratusan warga Desa Parbuluan VI pada 10 Desember 2025 berubah menjadi momen penuh haru sekaligus menyisakan tanda tanya besar. Di tengah tangis masyarakat yang menuntut penangguhan penahanan 12 warga pejuang lingkungan, Gedung DPRD Dairi tampak kosong tanpa satu pun anggota dewan hadir, kecuali Sekretaris DPRD Bahagia Ginting.


Justru pihak yang muncul di lapangan adalah Kapolres Dairi AKBP Otniel Siahaan, lengkap dengan pengamanan diperkuat pasukan dari Polda Sumut, TNI, Satpol PP, hingga Dinas Perhubungan.


Kehadiran aparat dalam jumlah besar menunjukkan kesiapan penuh negara dalam menjaga ketertiban. Namun, absennya anggota DPRD Dairi memicu kritik tajam dari masyarakat.

“Gedung yang seharusnya menjadi rumah aspirasi rakyat malah sunyi ketika rakyat datang membawa jeritan hati,” kata seorang koordinator aksi.



Satu-satunya pejabat legislatif yang hadir justru dari tingkat provinsi, Alfiansyah Ujung, anggota DPRD Sumut, yang memberikan dukungan moral kepada masyarakat.


Momen paling menyayat hati terjadi ketika massa membacakan sepucuk surat dari anak-anak para pejuang lingkungan yang kini ditahan di Polres Dairi. Suasana berubah haru, membuat banyak peserta aksi meneteskan air mata.

Aksi ini didukung oleh 9 organisasi sipil:

Apuk, Petabal, Kelompok Tani Bersatu, Petrasa, Yayasan Diakonia Pelangi Kasih, KNPI, Gamki, GMNI, Laskar Merah Putih, dan JKLPK.

Tuntutan mereka jelas:

Penangguhan penahanan 12 warga termasuk Pangihutan Sijabat, yang mereka sebut sebagai pejuang hak hidup dan lingkungan.





Pendapat Ahli: Penahanan Pejuang Lingkungan Rentan Salah Kaprah

Ahli hukum lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. H. Frans Ginting, S.H., M.H, menilai penahanan pejuang lingkungan harus dilihat dengan sangat hati-hati.

“Dalam banyak kasus di Indonesia, konflik agraria dan lingkungan sering berujung kriminalisasi warga. Penahanan seharusnya menjadi upaya terakhir. Aparat wajib mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan proporsionalitas,” ungkapnya.

Sementara itu, pakar sosial Universitas Negeri Medan, Dr. Maria Simarmata, menilai absennya anggota DPRD Dairi merupakan preseden buruk.

“Ketidakhadiran wakil rakyat saat rakyat membutuhkan adalah bentuk pengingkaran mandat publik. Ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik,” ujarnya.



Hingga berita ini diturunkan, tidak ada penjelasan resmi mengapa seluruh anggota DPRD Dairi tidak berada di kantor pada saat demonstrasi berlangsung.


Beberapa sumber internal menyebutkan sejumlah anggota dewan sedang berada di luar kota, namun keterangan tersebut belum terkonfirmasi secara resmi.


Ketidakhadiran ini menambah panjang daftar kritik publik terhadap kinerja DPRD Dairi, terutama terkait kasus penahanan 12 warga yang dianggap sebagai “puncak kegelisahan masyarakat”.


Aksi ditutup dengan tekad masyarakat untuk terus mengawal proses hukum 12 pejuang lingkungan hingga mendapatkan keadilan. Mereka menegaskan akan kembali turun ke jalan jika tidak ada respons nyata dari Polres Dairi dan DPRD Dairi.


Sorotan kini tertuju pada Kapolres Dairi dan jajaran, serta pada kealpaan DPRD yang dinilai gagal menjalankan fungsi representasi rakyat.


(Pewarta : Baslan Naibaho)

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1