Foto: Papan visi dan misi MTsN 3 Tapanuli Selatan terlihat terpampang di halaman sekolah. Papan tersebut berisi komitmen madrasah untuk menjunjung integritas, kedisiplinan, serta proses belajar yang efektif. Namun nilai-nilai tersebut kontras dengan dugaan praktik penyimpangan anggaran yang kini menjadi sorotan publik.
Tapanuli Selatan, MitraBhayangkara.my.id — Investigasi Mitra Bhayangkara kembali menyingkap dugaan penyimpangan dana pendidikan di MTsN 3 Tapanuli Selatan. Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2024 yang mencapai ratusan juta rupiah diduga sarat manipulasi, mark-up, hingga kegiatan fiktif. Temuan ini diperkuat oleh penelusuran lapangan, dokumen yang dihimpun, serta kesaksian warga setempat.
Tim investigasi menemukan bahwa akar dugaan korupsi bukan hanya terjadi pada 2024, tetapi telah terlihat sejak Tahun Anggaran 2023. Pada pengadaan Buku Teks Pelajaran Kelas VIII, tercatat anggaran sebesar Rp150.960.000, namun sejumlah narasumber menyebut buku-buku yang dibagikan kepada siswa merupakan buku lama, bukan hasil pengadaan sebagaimana tertera dalam dokumen.
Selain itu, beberapa pos anggaran lainnya diduga digelembungkan, antara lain:
Pemeliharaan Gedung: Rp100.000.000
Belanja Modal Peralatan & Mesin: Rp24.000.000
Perjalanan Dinas: Rp24.600.000
Dugaan kuat bahwa skema yang digunakan adalah menggelembungkan nilai anggaran untuk kemudian menerima “P” (gratifikasi) dari pihak ketiga atau vendor penyedia barang/jasa. Nilai dugaan gratifikasi mencapai puluhan juta rupiah.
Salah satu sorotan utama adalah pemeliharaan gedung sekolah dan fasilitas pendukung. Berdasarkan dokumen BOS, pemeliharaan gedung kantor, mobiler, komputer, AC, printer, hingga halaman seluas 650 m² menelan biaya Rp100 juta. Namun hasil investigasi menemukan kejanggalan.
SM. Siregar, warga Desa Telo, mengungkapkan bahwa pekerjaan tersebut secara riil hanya memakan biaya sekitar Rp30 juta.
“Banyak pekerjaan yang hanya formalitas. Buku pun seperti barang lama. Nilai anggaran besar, tapi hasilnya tidak sebanding,” ungkapnya.
Temuan ini menguatkan dugaan bahwa SPJ (Surat Pertanggungjawaban) dimanipulasi untuk menutupi selisih dana yang tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Ketua dan Sekretaris LSM KPK RI Tapanuli Raya, M. Tobing dan Suriani Lubis, menegaskan akan mendorong kasus ini hingga tahap penyidikan.
“Indikasi korupsinya kuat. Kami akan membawa temuan ini ke Unit Tipikor agar penyidik segera mengambil tindakan,” tegas Tobing.
Aktivis pendidikan Rahlan Sanriko Tobing juga menyoroti dugaan belanja modal fiktif Tahun Anggaran 2025 senilai Rp157.480.000, yang diduga kembali digunakan untuk memperkaya oknum kepala sekolah.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pada 23 November 2025, Kepala MTsN 3 Tapanuli Selatan, H. Oloan Harahap, tidak memberikan jawaban. Diamnya kepala sekolah memunculkan sorotan, terutama karena tindakan tersebut dinilai menghambat tugas jurnalistik yang dilindungi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers menegaskan bahwa siapa pun yang menghalangi tugas jurnalistik dapat dipidana hingga 2 tahun penjara atau denda Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Apabila seluruh dugaan penyimpangan ini terbukti, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar:
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18
UU RI No. 31 Tahun 1999 (diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak MTsN 3 belum memberikan klarifikasi. Publik berharap Kepala Dinas Depag Sumatera Utara, H. Ahmad Qoisbi, segera mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan memeriksa ulang penggunaan anggaran BOS di MTsN 3 Tapanuli Selatan.
(Pewarta: Kenndi Pakpahan)

