SINGKAWANG Kalimantan Barat–(mitrabhayangkara.my.id)- Sengketa agraria seluas ±816 hektar di eks wilayah Dusun Tanjung Gundul yang kini masuk Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, telah memasuki babak akhir perjuangan. Melalui proses panjang yang prosedural, terbuka, dan melibatkan semua lembaga resmi pemerintah, warga dengan pendampingan LBH RAKYAT KHATULISTIWA (RAKHA), telah mengupayakan segala jalan musyawarah hukum. Kini, harapan satu-satunya bertumpu pada Gubernur Kalimantan Barat untuk menjadi penengah yang adil dalam konflik ini.
Tahapan-Tahapan Resmi yang Telah Dilalui Masyarakat dan LBH RAKHA
1. Proses Pemerintah Kabupaten Bengkayang
13 Desember 2021
Surat Bupati Bengkayang No. 100/3654/Pem-III ditujukan kepada Bagus Firsawan, SE, memerintahkan agar Pemerintah Desa Karimunting memverifikasi SPT warga dan membuat sketsa/peta lokasi lahan dengan koordinat.
➤ Dasar: Permendagri No.90 Tahun 2018 (perpindahan wilayah ke Singkawang).
Verifikasi Lapangan
Pemerintah Desa Karimunting bersama tim kadasterial menemukan 656 bidang lahan milik 454 warga masuk wilayah Singkawang. Hasil dilaporkan kembali ke Bupati.
31 Maret 2022
Bupati Bengkayang menyurati Pemerintah Kota Singkawang agar menindaklanjuti temuan tersebut. Namun tidak pernah ditanggapi oleh Pemkot Singkawang.
2. Proses Pemerintah Provinsi Kalbar dan Pemerintah Pusat
21 April 2022
Kuasa masyarakat mengajukan permohonan pendampingan kepada Gubernur Kalbar.
15 Juni 2022
Gubernur Kalbar mengeluarkan Surat No. 100/2173/RO-PEM kepada Bupati Bengkayang dan Wali Kota Singkawang untuk memfasilitasi penyelesaian laporan warga.
18 Oktober 2022
Surat permohonan pendampingan dikirim ke Menkopolhukam RI.
8 November 2022
Kemenkopolhukam (Deputi Politik Dalam Negeri) melalui Surat No. B-3570/DN.00.01/II/2022 mengingatkan bahwa batas wilayah tidak menghapus hak atas tanah, dan mendesak Pemprov dan Pemkab Bengkayang segera menyelesaikan persoalan keperdataan warga.
5 Desember 2022
Walikota Singkawang mengirim Surat No. 100/1276/PEM-B ke Gubernur Kalbar yang menyebutkan telah diterbitkan 542 alas hak baru oleh BPN Singkawang.
7 Februari 2023
Rapat ekspose di Kantor Gubernur Kalbar yang dihadiri:
➤ Pemprov Kalbar, Pemkot Singkawang, Pemkab Bengkayang, BPN Singkawang, BPN Bengkayang, Kanwil BPN Kalbar, dan kuasa warga.
➤ Membahas overlay dan 542 alas hak di atas tanah warga.
11 Januari 2024
Rapat audiensi resmi di Kanwil BPN Kalbar menghasilkan Berita Acara No. 4/BA.01.02/MP/I/2024, ditandatangani oleh seluruh instansi terkait.
➤ Ditegaskan bahwa objek tanah warga berada di wilayah administrasi Singkawang.
22 Januari 2024
Kuasa masyarakat dan LBH RAKHA menyurati Menteri ATR/BPN RI melaporkan semua proses dan kejanggalan.
27 Maret 2024
Dirjen PSKP Kementerian ATR/BPN RI menerbitkan Surat No. SK.04.03/396-800.38/III/2024 yang memerintahkan:
Penelitian data fisik, yuridis, administrasi, Kajian penyelesaian berdasarkan Permen ATR No. 21/2020, Koordinasi dengan Forkopimda, Pelaporan ke Menteri ATR/BPN
Namun instruksi ini tidak dijalankan oleh BPN Singkawang maupun Kanwil BPN Kalbar.
18 Februari 2025
Pj. Gubernur Kalbar melalui Surat No. 500.17.4.1/96/RO-PEM menegaskan komitmen mengawal penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan.
➤ Namun tidak ada tindakan dari BPN, sehingga masyarakat memohon agar Gubernur turun langsung menjembatani konflik.
Statemen dari Kuasa Masyarakat dan LBH RAKHA
Bagus Firsawan, SE (Penerima Kuasa dari Warga):
“Proses ini sudah kami tempuh satu per satu sejak tahun 2021. Kami tidak pernah lompat prosedur. Semua tahapan kami lakukan dengan surat resmi, melibatkan semua pihak, dari desa sampai kementerian. Kini tidak ada alasan lagi bagi siapapun untuk mengatakan tidak tahu. Harapan kami hanya satu: Gubernur Kalimantan Barat menjadi penentu keadilan.”
Roby Sanjaya, SH (Ketua LBH RAKHA):
“Kami ingin menegaskan: masyarakat tidak main belakang, tidak mengintervensi, dan tidak bermain politik. Kami menggunakan jalur hukum dan prosedural. Tapi ketika BPN tidak menjalankan instruksi Menteri, maka sudah saatnya Gubernur mengambil peran penyelamat konflik ini. Jika tidak, kami tidak punya pilihan selain membawa masalah ini ke pemerintah pusat, Satgas Anti Mafia Tanah, DPR RI, bahkan ke Presiden.”
Semua Sudah Diketahui, Solusi Harus Ditempuh
Dengan rentetan proses resmi yang panjang dan telah melibatkan seluruh unsur pemerintahan, termasuk:
Pemerintah Desa dan Kabupaten Bengkayang, Pemerintah Kota Singkawang, BPN Singkawang dan Bengkayang, Kanwil BPN Kalbar, Pemerintah Provinsi Kalbar, Kementerian ATR/BPN dan Kemenkopolhukam,maka tidak ada satu pun pihak yang dapat mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui persoalan ini.
Kini, keputusan dan solusi berada di tangan Gubernur Kalimantan Barat.
Sumber: LBH RAKYAT KHATULISTIWA (RAKHA)
(Pewarta:Budiman.MB)