Foto saat istri oknum Polisi mendatangi Kantor Perwakilan Media Online |
Peristiwa tersebut bermula dari publikasi sebuah berita yang mengungkap adanya laporan masyarakat atas penanganan perkara kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh seorang warga bersama istri dan anaknya. Dalam laporan tersebut, korban mengaku kecewa atas kinerja penyidik Polsek Helvetia, Aiptu Napitupulu, yang dinilai lamban dan tidak memberikan kepastian hukum.
Merasa tidak terima, istri dari Aiptu Napitupulu mendatangi kantor media tersebut sambil mengamuk. Ia bahkan melontarkan kalimat tidak pantas kepada wartawan yang bertugas, termasuk menyebut nama wartawan Irwansyah dengan sebutan "Wartawan Longor" dan mengancam akan mencarinya hingga ketemu.
Insiden ini menambah sorotan terhadap dugaan ketidakprofesionalan oknum penyidik yang sebelumnya dilaporkan masyarakat. Alih-alih memberikan klarifikasi melalui jalur resmi, tindakan emosional istri oknum polisi justru dianggap mencoreng nama institusi kepolisian.
Peristiwa ini memicu desakan dari berbagai pihak agar Kapolda Sumatera Utara dan Kapolrestabes Medan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat di bawahnya, khususnya terhadap oknum yang dilaporkan. Jika terbukti melanggar kode etik, maka sanksi tegas hingga pemecatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhkan.
Selain itu, ancaman dan intimidasi terhadap wartawan juga dapat dijerat dengan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Insiden ini juga menjadi pengingat pentingnya penghormatan terhadap kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang. Media memiliki peran strategis dalam mengawasi kinerja aparat dan menyuarakan kepentingan publik.
Komunitas pers di Medan mengecam keras tindakan intimidatif tersebut dan menyerukan agar aparat kepolisian bersikap profesional dalam menyikapi kritik atau pemberitaan yang beredar.
"Kalau memang ada keberatan, tempuhlah hak jawab atau jalur hukum, bukan dengan mengintimidasi wartawan di tempat kerjanya," ujar seorang perwakilan organisasi wartawan lokal.
Diharapkan, kejadian ini menjadi evaluasi penting bagi institusi Polri agar tetap menjaga profesionalisme dan menjunjung tinggi etika, sekaligus tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan penegakan hukum.