Pontianak,Kalbar,MitraBhayangkara.my.id – Konflik yang melibatkan dua insan pers, Edy Rahman dari media Komnas News dan Muhammad Rizki dari Mata Pers Indonesia, menarik perhatian tajam dari kalangan praktisi hukum dan organisasi wartawan di Kalimantan Barat.
Asido Jamot Tua Simbolon, SH, Praktisi Hukum sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aspirasi Rakyat Bersatu Kalbar, menyampaikan bahwa tindakan Edy Rahman yang diduga tidak menanggapi hak jawab dari Muhammad Rizki berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Jika benar Edy Rahman tidak memberikan respons terhadap hak jawab, maka ini bukan hanya pelanggaran etika jurnalistik, tetapi juga dapat masuk ke ranah pidana berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UU Pers. Sanksinya bisa berupa denda hingga Rp 500 juta,” tegas Asido dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/7).
Menurut Asido, hak jawab adalah salah satu pilar utama dalam hukum pers dan menjadi bentuk penghormatan terhadap martabat pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.
“Pers wajib melayani hak jawab sebagai wujud tanggung jawab moral dan hukum kepada publik,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa hak jawab memiliki fungsi strategis, di antaranya:
Menjamin pemberitaan yang berimbang dan adil
Menghindari kerugian yang lebih besar kepada masyarakat dan individu
Meningkatkan kontrol sosial terhadap media
Menyelesaikan konflik pers secara etis dan damai
Asido juga menekankan bahwa Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU Pers dengan jelas mewajibkan media untuk melayani hak jawab dan hak koreksi, serta menyoroti pentingnya peran Dewan Pers sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa antar jurnalis.
“Dewan Pers harus diutamakan sebagai saluran penyelesaian sengketa sebelum perkara masuk ke jalur hukum pidana atau perdata,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kota Pontianak, Abang. Budi Gautama, juga mengingatkan agar seluruh insan pers menjunjung tinggi etika dan hukum pers dalam menjalankan tugas jurnalistik.
“Kebebasan pers adalah hal yang fundamental, tetapi tetap harus diiringi dengan tanggung jawab dan integritas. Konflik antar jurnalis jangan sampai mencoreng citra profesi dan menggerus kepercayaan publik terhadap media,” kata Budi Gautama.
Ia juga menegaskan pentingnya penyelesaian yang terbuka, adil, dan profesional.
“Kalau memang ada yang merasa dirugikan, hak jawab itu harus diberikan sebagai bentuk klarifikasi dan etika. Jangan biarkan masalah ini berlarut-larut karena bisa memecah solidaritas sesama jurnalis,” tutupnya.
Baik Asido maupun Budi Gautama mendorong kedua pihak untuk segera mengambil langkah damai melalui mediasi yang proporsional, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pers yang demokratis dan bertanggung jawab.
(Tim)