Bandungan, MitraBhayangkara.my.id - Menjelang Lebaran, tradisi ziarah kubur atau nyekar (tabur bunga) kembali ramai dilakukan oleh masyarakat di berbagai daerah, termasuk di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan. Keluarga besar pasangan Almarhum mbah Hadi Suwito dan mbah Ngatinem menjadi salah satu contohnya. Mereka mengunjungi makam leluhur untuk berziarah dan mendoakan keluarga yang telah meninggal.Tradisi ini memiliki makna mendalam bagi umat Islam. "Mengunjungi makam mengingatkan kita akan kehidupan akhirat dan memotivasi untuk lebih banyak beribadah serta memohon ampunan di bulan suci Ramadan," ujar salah seorang warga Bandungan yang ditemui di pemakaman.
Ziarah kubur juga menjadi momen untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal. "Umat Islam percaya bahwa doa dan permohonan ampunan dapat sampai kepada ahli kubur, terutama di hari-hari istimewa seperti Lebaran," tambah warga lainnya.
Selain itu, ziarah kubur juga menjadi momen untuk berkumpul dengan keluarga sambil merawat makam bersama. Hal ini memperkuat tali silaturahmi dan menjaga hubungan baik antar keluarga.
Di Indonesia, nyekar (tabur bunga) dan membersihkan makam sudah menjadi tradisi turun-temurun yang bernilai positif.
Waktu yang dianjurkan untuk ziarah kubur adalah pada Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal), beberapa hari sebelum Lebaran (27-29 Ramadan), dan setelah Lebaran (11-13 Syawal).
Dalam Islam, terdapat adab-adab yang perlu diperhatikan saat berziarah kubur, seperti membaca salam dan doa untuk ahli kubur, tidak berlebihan dalam meratapi atau menangis, menghindari perbuatan syirik, dan dianjurkan membaca Surah Yasin, Al-Fatihah, atau doa tahlil.
Ziarah kubur menjelang Lebaran menjadi tradisi yang sarat makna, sekaligus momen untuk mengingat kematian, mendoakan keluarga yang telah meninggal, dan mempererat tali silaturahmi.
(Setyowati)