Proyek yang menggunakan anggaran tahun 2024, dengan tahap pertama dikerjakan pada tahun 2024 dan tahap kedua dimulai Februari 2025, hingga kini belum rampung. Kejanggalan mulai terlihat sejak awal pembangunan. Tidak adanya papan nama proyek, minimnya sosialisasi kepada warga, dan ketidakmampuan masyarakat mengakses dokumen pengadaan proyek menjadi sorotan utama. Hal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2018 tentang Pembangunan Desa.
"Proyek ini seperti 'jalan siluman'," ungkap salah seorang warga Dusun Binjara yang enggan disebutkan namanya, kepada tim investigasi MitraBhayangkara.my.id. "Tidak ada transparansi sama sekali. Kami bahkan kesulitan mendapatkan informasi terkait anggaran dan proses pengerjaannya."
Lebih lanjut, pekerja mengeluhkan upah buruh yang sangat rendah, hanya Rp 1.500.000 per bulan atau sekitar Rp 40.000 per meter. Upah yang minim ini diduga menjadi penyebab kualitas pekerjaan yang buruk. "Dengan gaji segitu, bagaimana mungkin bisa menghasilkan pekerjaan yang berkualitas? Jalannya cepat rusak," tambahnya.
Kondisi jalan yang sudah dikerjakan pun memprihatinkan. Banyak titik yang terlihat retak dan terkikis, menunjukkan kualitas material yang dipertanyakan. Warga pun menduga adanya potensi korupsi, mark-up anggaran, dan bahkan pemalsuan dokumen. Dugaan ini diperkuat dengan laporan-laporan fiktif yang diduga diajukan kepada Camat dan Pemerintah Kabupaten Dairi.
"Kami menduga ada permainan antara oknum Kepala Desa Julfri Banjarnahor dan pihak-pihak terkait," tegas warga lainnya. "Kami sudah melaporkan hal ini ke Camat Pegagan Hilir, namun hingga kini belum ada tindakan berarti."
Upaya MitraBhayangkara.my.id untuk menghubungi Kepala Desa Julfri Banjarnahor untuk konfirmasi hingga berita ini diturunkan belum membuahkan hasil.
Kasus ini bukan hanya masalah infrastruktur, tetapi juga menyangkut transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Warga berharap Bupati Dairi, Vickner Sinaga, segera turun tangan meninjau langsung lokasi proyek dan mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka mendesak agar proyek tersebut dihentikan sementara hingga investigasi tuntas dan dilakukan perbaikan sesuai standar. Jika terbukti ada penyimpangan, proses hukum harus ditegakkan untuk memberikan efek jera dan mengembalikan kepercayaan publik.
(Baslan Naibaho)