Dairi, MitraBhayangkara.my.id - Dugaan praktik mafia tanah di kawasan hutan lindung Desa Doloktolong, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, mencuat ke permukaan. Oknum Kepala Desa Hebron Pintu Batu diduga terlibat dalam jual beli lahan di kawasan tersebut.
Dugaan Jual Beli Lahan dan Permintaan Penarikan Surat
Wartawan MitraBhayangkara.my.id yang melakukan konfirmasi langsung kepada Oknum Kepala Desa Hebron Pintu Batu pada Jumat (10/3/2025) di kantor desa, mendapat informasi terkait dugaan temuan surat tanah yang ditandatangani oleh Oknum Kepala Desa bersama Kadus Maniur Sinaga.
Oknum Kepala Desa Hebron Pintu Batu kemudian meminta berita yang sudah diterbitkan oleh wartawan untuk dihapus. Namun, wartawan tetap menelusuri terkait kawasan hutan lindung tersebut. Oknum Kepala Desa juga mengaku bahwa kawasan hutan lindung yang surat tanda tangannya sudah dikeluarkan, kemudian meminta kembali surat tanah terkait keterangan tanah kawasan hutan lindung yang diperjualbelikan kepada masyarakat setempat.
Oknum Kepala Desa memanggil masyarakat ke kantor desa untuk menarik kembali surat tanda tangan tersebut. Namun, masyarakat tidak setuju dengan permintaan tersebut.
"Surat yang sudah ditandatangani ini harus ditanggung jawabnya. Jangan ada berpihak-hak terhadap masyarakat. Sebagian dikeluarkan surat tanah, sebagiannya tidak dikeluarkan. Ada apa?" ujar Amintas Simanjorang, salah seorang warga.
Tindakan Oknum Kepala Desa Hebron Pintu Batu yang menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) secara berpihak-hak tanpa kejelasan historis tanah dan tanpa mengikuti regulasi yang berlaku, berpotensi melanggar hukum dan memperparah praktik mafia tanah kawasan hutan lindung.
Hal ini berdampak pada kerusakan lingkungan akibat konversi hutan menjadi lahan yang diperjualbelikan kepada masyarakat setempat, yang menyebabkan terjadinya tutupan hutan serta meningkatkan risiko bencana ekologis.
Dampak sosialnya adalah ketidakadilan dalam akses terhadap lahan bagi masyarakat.
Penambahan kawasan hutan lindung tanpa izin merupakan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman sanksi sebagai berikut:
- Pasal 50. Ayat (3) Huruf a: Setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
- Pasal 78. Ayat (2) Undang-Undang 41/1999: Pelanggaran tersebut dikenai pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga melarang perusakan lingkungan dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp. 15.000.000.000.(Lima belas miliar rupiah).
Tuntutan dan Langkah yang Diharapkan
MitraBhayangkara.my.id mendesak agar kasus ini segera ditangani oleh pihak berwenang. Mereka menuntut:
- Mengusut tuntas dugaan penguasaan lahan ilegal oleh Oknum Kepala Desa tersebut.
- Menindak tegas Oknum Kepala Desa jika terbukti terlibat dalam penerbitan SKT ilegal yang memfasilitasi penguasaan lahan hutan.
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu, melalui sanksi administratif, pidana maupun denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Melakukan pemulihan kawasan hutan yang telah rusak, termasuk reboisasi dan langkah konservasi lainnya.
- Mengevaluasi kinerja pemerintah daerah dalam menjaga kawasan hutan dan mencegah terulangnya kasus serupa.
- Melindungi hak-hak masyarakat agar tidak terus menjadi korban akibat penambahan hutan ilegal.
Pewarta: Baslan Naibaho