Dairi, MitraBhayangkara.my.id — Aktivitas tambang pasir ilegal di aliran Sungai Sumbul Karo, khususnya di wilayah Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, diduga berlangsung secara terang-terangan tanpa hambatan berarti. Ironisnya, kegiatan yang jelas-jelas merusak lingkungan dan infrastruktur publik ini seolah luput dari penindakan aparat penegak hukum.
Pantauan tim wartawan di lapangan menunjukkan, penambangan pasir dan batu dilakukan dengan menggunakan mesin penyedot (sedot pasir) yang langsung mengeruk material dari dasar sungai. Air sungai tampak keruh pekat, sementara puluhan truk pengangkut keluar masuk setiap hari untuk membawa pasir yang diduga diperjualbelikan ke berbagai wilayah di Kecamatan Tiga Lingga dan sekitarnya.
Akibat aktivitas tersebut, kedalaman sungai semakin bertambah secara tidak wajar. Tanggul sungai mengalami longsor, dan saluran irigasi warga dilaporkan tidak lagi berfungsi optimal. Kondisi ini memperparah kerusakan infrastruktur desa dan mengancam lahan pertanian masyarakat.
Warga Desa Sumbul Karo mengaku resah dan khawatir. Salah seorang warga menyebutkan bahwa tambang pasir tersebut diduga dikelola oleh pihak berinisial Karo-karo.
“Kami takut, bang. Sungai makin dalam, tanggul longsor, sawah kami terancam. Tapi tambang tetap jalan setiap hari,” ujar warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Secara hukum, aktivitas tersebut diduga kuat melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menegaskan:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, kegiatan ini juga berpotensi melanggar Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku perusakan lingkungan dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Pengamat hukum lingkungan, Dr. R. Manurung, S.H., M.H., menegaskan bahwa tambang pasir ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif.
“Ini adalah kejahatan serius. Dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tetapi juga kerugian negara dan ancaman keselamatan masyarakat. Aparat wajib bertindak tegas tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Sementara itu, ahli lingkungan dari kalangan akademisi, Ir. Budi Santoso, M.Si, menilai pengerukan sungai secara masif dapat memicu bencana ekologis.
“Pendangkalan dan pendalaman sungai yang tidak terkendali bisa menyebabkan banjir, longsor, dan rusaknya sistem irigasi. Pemulihan lingkungan membutuhkan waktu lama dan biaya besar,” jelasnya.
Masyarakat menduga maraknya tambang pasir ilegal di Kabupaten Dairi tidak terlepas dari lemahnya pengawasan. Bahkan, muncul dugaan adanya pembiaran oleh oknum tertentu atau praktik setoran agar aktivitas ilegal tersebut tetap berjalan mulus.
Warga kini mendesak aparat penegak hukum, pemerintah daerah, serta instansi terkait untuk segera turun tangan, menghentikan aktivitas tambang pasir ilegal, dan menindak tegas para pelaku sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku, sebelum kerusakan lingkungan semakin parah dan tak lagi dapat dipulihkan.
(Pewarta : Baslan Naibaho)


