Padahal, awak media telah menunjukkan dokumen kegiatan yang diyakini bersumber dari data resmi. Namun, meski dokumen tersebut disodorkan, Kades tetap bersikukuh tidak mengingat seluruh uraian program maupun besaran anggaran yang dikelolanya.
Ketidakingatan Kades Muchtar Purba terhadap sejumlah kegiatan yang menggunakan uang rakyat tersebut memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan (marup) atau bahkan indikasi bahwa ada informasi yang sengaja ditutupi.
Anggaran yang dipersoalkan diduga bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024, yang seharusnya wajib dikelola secara transparan dan terbuka kepada publik sebagaimana diatur dalam:
-
serta aturan turunan di bidang pengelolaan keuangan desa.
Namun, komitmen transparansi tersebut justru ditabrak dengan alasan “tidak ingat” tanpa upaya membuka dokumen atau data pendukung yang dimaksud.
Tim media investigasi menegaskan akan terus mengusut 15 item kegiatan tersebut demi terwujudnya keterbukaan dan akuntabilitas penggunaan anggaran desa.
“Tugas media sebagai kontrol sosial dilindungi undang-undang. Jika data diminta secara resmi, pemerintah desa wajib memberikan. Alasan tidak ingat adalah bentuk penghalangan informasi publik,” ujar salah seorang anggota tim.
Lebih jauh, tim menyatakan tidak segan-segan membawa kasus ini ke aparat penegak hukum bila ditemukan adanya penyimpangan pengelolaan dana desa.
Tokoh masyarakat, Baslan Naibaho, turut menanggapi kondisi tersebut. Ia menegaskan bahwa pejabat publik harus transparan, terlebih dalam mengelola uang negara.
“Tidak ada ruang di negeri ini bagi mafia uang rakyat. Pejabat publik wajib terbuka kepada publik. Kalau memang tidak ingat, tinggal buka dokumen resmi. Mengapa tidak ditunjukkan?” tegas Baslan Naibaho.
Kasus ini akan terus dikawal oleh tim investigasi hingga ada kejelasan mengenai penggunaan anggaran desa tersebut.
(Tim)
