Dairi, MitraBhayangkara.my.id — Penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, kian meresahkan. Modus terbaru yang kini marak dilakukan para pelaku adalah memodifikasi tangki kendaraan agar mampu menampung BBM dalam jumlah berlipat dari kapasitas standar.
Pantauan tim investigasi Mitra Bhayangkara di lapangan menemukan indikasi kuat bahwa praktik ini juga terjadi di SPBU 14.222.236 Sitinjo, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang menjadi salah satu titik utama distribusi BBM bersubsidi di kawasan tersebut.
Sejumlah kendaraan roda empat seperti Kijang Super, Panther, hingga pikap modifikasi terpantau bolak-balik mengisi BBM dalam waktu berdekatan. Kapasitas tangki yang semula hanya sekitar 30–40 liter kini mampu menampung hingga 100 liter, bahkan mencapai satu ton, berkat pemasangan tangki tambahan atau “baby tank” tersembunyi di bak belakang kendaraan.
Tak berhenti di situ, modus operandi pelaku semakin canggih. Mereka berulang kali mengantre di SPBU dalam satu hari, menggunakan barcode MyPertamina palsu yang dibeli secara daring, serta mengganti plat nomor kendaraan untuk mengelabui petugas SPBU. Setelah tangki modifikasi terisi, BBM subsidi jenis solar dan pertalite dialirkan ke jeriken atau tangki penampung lain menggunakan selang tersembunyi, lalu dijual kembali kepada pengecer dengan harga lebih tinggi.
Akibatnya, antrean kendaraan di SPBU bersubsidi menjadi semakin panjang, sementara masyarakat kecil yang berhak atas subsidi kesulitan mendapatkan BBM untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga Sitinjo dan sekitarnya menilai praktik ini sebagai bentuk perampasan hak rakyat kecil.
“Kami berharap Polres Dairi bersama Polda Sumatera Utara segera menindak tegas para pelaku dan pemilik kendaraan yang memodifikasi tangki untuk menimbun BBM bersubsidi. Ini bukan pelanggaran ringan, tapi kejahatan ekonomi yang merugikan negara dan masyarakat,” tegas seorang warga Sitinjo yang enggan disebut namanya.
Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa SPBU 14.222.236 Sitinjo kerap menjadi lokasi pengisian yang disalahgunakan, meskipun petugas SPBU telah berulang kali menolak kendaraan yang dicurigai menggunakan tangki modifikasi. Namun, karena modus pelaku semakin licik dan berganti-ganti plat kendaraan, upaya pengawasan sering kali sulit dilakukan secara menyeluruh.
Pakar hukum energi, Dr. Irwan Simanjuntak, SH., MH, menegaskan bahwa praktik memodifikasi tangki kendaraan dan menimbun BBM bersubsidi adalah tindak pidana serius.
“Pelaku penimbunan atau penyalahgunaan BBM bersubsidi jelas melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ungkapnya.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Selain itu, modifikasi tangki kendaraan juga melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 33 Tahun 2018 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor, karena perubahan spesifikasi tangki tanpa izin dapat membatalkan status laik jalan kendaraan tersebut.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi kejahatan sistemik yang merusak kebijakan subsidi energi. Aparat harus menindak tegas agar tidak ada lagi ‘tangki siluman’ yang menampung hak rakyat kecil,” tegas Irwan.
Aktivis pengawas publik dan masyarakat di Dairi mendesak agar aparat tidak hanya menjerat sopir atau pemilik kendaraan, tetapi juga menelusuri jaringan pengepul dan oknum yang turut terlibat di balik praktik ini.
Mereka juga menilai sistem pengawasan SPBU, terutama di SPBU 14.222.236 Sitinjo, perlu diperketat dengan verifikasi digital barcode MyPertamina agar tidak mudah disalahgunakan.
“BBM subsidi adalah hak masyarakat kecil, bukan untuk diperdagangkan oleh mafia migas lokal. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan terus berulang,” ujar seorang tokoh masyarakat Sidikalang.
Maraknya kasus modifikasi tangki dan penimbunan BBM bersubsidi menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah, aparat kepolisian, dan Pertamina. Tanpa tindakan tegas, subsidi negara akan terus bocor, sementara rakyat kecil harus rela antre panjang demi beberapa liter pertalite.
Aparat diminta tidak ragu menindak siapapun yang terlibat, termasuk pemilik SPBU yang lalai dalam pengawasan. Kejahatan ekonomi seperti ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengkhianati asas keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
(Pewarta : Baslan Naibaho)

