Tapanuli Utara, MitraBhayangkara.my.id — Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Adiankoting di Jalan Tarutung–Sibolga Km 25, Desa Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara, kini menjadi sorotan publik. Sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Soarsa Rajaguguk dan telah berstatus akreditasi A itu diduga kuat terlibat dalam praktik penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta proyek revitalisasi sekolah menengah atas.
Berdasarkan temuan lapangan dan keterangan beberapa sumber, penggunaan dana BOS tahun 2024 senilai Rp739.440.000 untuk 468 siswa diduga di-mark up dalam sejumlah kegiatan, seperti:
Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah,
Pengadaan alat multimedia pembelajaran, serta
Pelaksanaan asesmen dan evaluasi pembelajaran.
Tak berhenti di situ, proyek revitalisasi SMA tahun anggaran 2025 dengan nilai mencapai Rp1.275.483.000 juga disinyalir menjadi ajang korupsi melalui pengaturan proyek dan overlapping kegiatan dengan dana BOS yang sudah berjalan.
Pada 22 Januari 2025, sekolah ini menerima pencairan dana BOS tahap berikutnya sebesar Rp368.140.000 untuk kegiatan rehabilitasi gedung dan pengadaan alat multimedia pembelajaran. Namun, dana tersebut diduga tidak digunakan sesuai peruntukan, bahkan sebagian besar masuk ke kantong pribadi kepala sekolah dan bendahara.
Seorang sumber internal sekolah yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, modus yang digunakan adalah mark-up harga pengadaan barang, serta pengaturan vendor proyek yang terafiliasi dengan pihak sekolah.
“Barang-barang pengadaan itu tidak sesuai dengan nilai dalam laporan. Ada juga pekerjaan rehab yang fiktif, hanya cat ulang tapi dilaporkan renovasi besar,” ujar sumber tersebut, Selasa (11/11/2025).
Upaya konfirmasi yang dilakukan media ini terhadap Kepala Sekolah Soarsa Rajaguguk tidak membuahkan hasil. Saat didatangi ke sekolah, yang bersangkutan tidak berada di tempat, sementara staf TU menyebut kepala sekolah sedang “dinas luar”.
Menurut Dr. Nadeak Simatupang, M.Pd, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Medan, dugaan penyelewengan dana BOS seperti ini merupakan pelanggaran serius terhadap Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler.
“Setiap pengelolaan dana BOS wajib transparan, akuntabel, dan sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Jika terbukti terjadi mark-up atau penggunaan fiktif, maka itu termasuk tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Sementara itu, dari aspek hukum, perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara,
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan.
Jika terbukti, pelaku dapat diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.
Warga Desa Adiankoting berharap agar Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pendidikan Sumut, serta Kejaksaan Negeri Tarutung segera turun tangan melakukan audit dan penyelidikan menyeluruh.
“Sekolah itu seharusnya jadi tempat mendidik anak bangsa, bukan tempat memperkaya diri. Kami minta aparat hukum jangan tutup mata,” ujar P. Simorangkir, tokoh masyarakat setempat.
Dugaan korupsi ini bukan hanya mencoreng citra SMAN 1 Adiankoting yang berstatus unggulan, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap integritas dunia pendidikan di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kini publik menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum — agar pendidikan tidak menjadi lahan empuk korupsi berkedok program pemerintah.
(Pewarta: Kennedy / Editor: 75)


