Sumatera Utara, MitraBhayangkara.my.id – Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) sejak Kamis (27/11/2025) terus menunjukkan dampak yang semakin memprihatinkan. Hingga kini, proses evakuasi dan pencarian korban masih berlangsung di tengah kondisi cuaca yang tidak bersahabat dan potensi longsor susulan yang tinggi.
Sejumlah wilayah terdampak banjir meliputi Kecamatan Badiri, Pinangsori, Lumut, Sarudik, Tukka, Pandan, hingga Tapian Nauli II. Tim gabungan dari BPBD, Basarnas, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat masih berjibaku menembus genangan air, lumpur, dan puing material untuk menemukan para korban yang dilaporkan hilang.
Data sementara menyebutkan empat korban meninggal dunia ditemukan dalam satu keluarga. Mereka adalah:
Dewi Hutabarat (33), ibu rumah tangga
Tio Arta Rauli Lumban Tobing (7), pelajar SD
Vania Aurora Lumban Tobing, anak
Ilona Lumban Tobing (3), anak
Keluarga ini menjadi simbol betapa dahsyatnya bencana yang terjadi. Menurut keterangan warga setempat, derasnya arus air dari bukit membuat rumah mereka tersapu dalam hitungan detik.
Personel Polres Tapanuli Tengah melaporkan adanya salah satu korban yang sempat dikabarkan lost kontak namun berhasil ditemukan selamat di posko SAR sementara, yaitu Muhammad Azhar Hasibuan, bersama istri dan anaknya. Kisah selamatnya keluarga ini memberikan sedikit harapan di tengah meningkatnya jumlah korban.
Namun, data korban hilang masih cukup besar dan dikhawatirkan bertambah.
Beberapa lokasi yang dilaporkan masih terdapat korban hilang antara lain:
Jalan Perjuangan (Parambunan): 2 orang
Jalan Beo: 1 orang
Lapo Uci: 1 orang
Jalan Murai: 10 orang
Jalan Kenanga (Aek Habil): lebih dari 7 orang
Perkiraan jumlah korban hilang masih bisa bertambah seiring proses pendataan dan laporan dari warga yang terpencar.
Tim SAR mengakui bahwa medan yang sulit dan cuaca hujan yang masih berkelanjutan menghambat proses pencarian. Material longsor yang terus bergerak dan genangan air yang semakin luas menjadi ancaman baru baik bagi warga maupun tim evakuasi.
Menurut beberapa laporan media lokal, beberapa desa mengalami kerusakan infrastruktur parah, mulai dari jembatan yang putus, akses jalan tertimbun longsor, hingga jaringan listrik dan komunikasi yang terganggu. Hal ini membuat pendataan korban dan distribusi bantuan semakin sulit.
Sejumlah pengamat kebencanaan menyebut bahwa kombinasi curah hujan ekstrem dan kondisi tanah yang labil di wilayah Tapteng dan Sibolga sudah lama menjadi potensi bencana. Peringatan dini sering disampaikan, namun upaya mitigasi seperti penghijauan dan perbaikan drainase dinilai belum maksimal.
Menurut analisis ahli geologi kebencanaan dari beberapa lembaga yang dikutip media nasional, daerah pesisir Sibolga–Tapteng memiliki karakteristik lereng curam dan struktur tanah yang mudah jenuh air. Kondisi ini menjadikan wilayah tersebut rawan multi-bencana, seperti banjir bandang, longsor, dan gelombang tinggi.
“Yang paling berbahaya adalah ketika hujan tidak berhenti selama beberapa hari. Tanah tidak lagi mampu menahan air, sehingga longsor bisa terjadi berulang,” ujar seorang pakar mitigasi dari Universitas Sumatera Utara dalam laporan medianya.
Pemerintah daerah bersama instansi terkait telah membuka beberapa posko pengungsian dan posko SAR. Bantuan logistik seperti makanan siap saji, selimut, dan kebutuhan dasar mulai disalurkan, namun akses yang sulit membuat distribusinya tidak merata.
Warga di beberapa titik mengaku masih terisolasi. Mereka berharap pemerintah pusat mengerahkan tambahan alat berat dan personel untuk mempercepat pencarian.
Catatan: Evakuasi masih berlangsung hingga berita ini diterbitkan. Potensi penambahan korban sangat tinggi. Mitra Bhayangkara akan terus memantau perkembangan terbaru di lapangan.
(Pewarta: Nehemya Misade)

.jpeg)