DAIRI, MitraBhayangkara.my.id – Dugaan tindakan penghalangan terhadap kerja jurnalistik kembali mencuat di Kabupaten Dairi. Kepala Desa Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Edward Surianto Sihombing, resmi dilaporkan ke Polres Dairi oleh wartawan Bangun M.T. Manalu. Laporan tersebut teregister dengan Nomor: LP/B/395/X/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 4 Oktober 2025.
Berdasarkan laporan polisi, peristiwa terjadi pada Selasa, 2 September 2025, sekitar pukul 09.30 WIB di Kantor Desa Pegagan Julu VI. Saat itu, Bangun M.T. Manalu bersama saksi Sahata Insan Hutabarat dan Bernat Lumban Gaol melakukan peliputan terkait dugaan penyalahgunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2023/2024, terutama pada proyek fisik dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dinilai tidak transparan.
Kedatangan mereka awalnya diterima oleh Abed Nego P. Manalu, namun tak lama kemudian Kepala Desa Edward Surianto Sihombing datang dan langsung bersikap emosional. Ia mempertanyakan kehadiran para jurnalis dengan nada tinggi dan meminta mereka segera meninggalkan kantor desa.
Padahal, para wartawan telah menjelaskan bahwa kehadiran mereka untuk konfirmasi dan klarifikasi pemberitaan, sesuai dengan hak publik memperoleh informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Situasi makin memanas ketika kepala desa tetap menolak memberikan penjelasan mengenai penggunaan dana desa, bahkan disebut melontarkan kata-kata kasar dan mengusir pelapor dari lingkungan kantor desa. Akibat tindakan itu, jurnalis merasa diintimidasi dan dihalangi dalam menjalankan tugasnya yang dilindungi undang-undang.
Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber masyarakat, di Desa Pegagan Julu VI terdapat beberapa kegiatan pembangunan desa yang dinilai tidak sesuai dengan laporan penggunaan dana. Beberapa proyek fisik disebut tidak rampung sesuai waktu dan kualitas pekerjaan yang buruk. Upaya jurnalis untuk meminta klarifikasi justru direspons dengan sikap tertutup oleh pihak pemerintah desa.
“Ketertutupan ini menguatkan dugaan adanya penyimpangan dalam penggunaan Dana Desa. Kalau semua berjalan transparan, tentu kepala desa tidak akan takut memberikan data atau keterangan kepada wartawan,” ujar Bangun M.T. Manalu usai membuat laporan di Polres Dairi.
Bangun menilai tindakan tersebut melanggar dua undang-undang penting, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Kuasa hukum pelapor, Aleng Simanjuntak, S.H., menegaskan bahwa tindakan kepala desa merupakan bentuk nyata pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan kebebasan pers.
“Jika aparat pemerintah menolak memberikan informasi publik, apalagi dengan cara mengintimidasi jurnalis, itu jelas melanggar hukum. Ada indikasi kuat kepala desa mencoba menutup-nutupi penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan,” tegasnya.
Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP):
“Badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Hingga berita ini diterbitkan, Polres Dairi masih memproses laporan tersebut. Kalangan jurnalis dan masyarakat berharap aparat penegak hukum segera memanggil Kepala Desa Pegagan Julu VI untuk diperiksa secara transparan. Kasus ini diharapkan menjadi preseden agar pejabat publik lebih menghormati tugas wartawan dan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan informasi dalam setiap pengelolaan dana publik.
(Baslan Naibaho)