SALATIGA,Jateng,MitraBhayangkara.my.id — Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit, menyoroti pentingnya penerapan teknologi sederhana namun berdampak besar, yakni lubang resapan biopori, sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan banjir dan penumpukan sampah organik di lingkungan masyarakat.
Dalam kegiatan sosialisasi peduli lingkungan yang digelar di kawasan Kelurahan Sidorejo Lor, Senin (13/10/2025), Dance bersama warga, aktivis lingkungan, dan sejumlah perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Salatiga melakukan aksi nyata membuat lubang biopori di area permukiman padat penduduk.
Kegiatan ini disambut antusias warga yang mulai memahami bahwa menjaga lingkungan tidak selalu membutuhkan alat canggih, melainkan bisa dimulai dari langkah sederhana namun konsisten.
“Lubang biopori bukan sekadar lubang di tanah, tetapi memiliki nilai ekologis yang tinggi. Biopori bisa menjadi solusi jangka panjang untuk dua masalah sekaligus: mengurangi genangan air saat hujan dan mengolah sampah organik secara alami. Selain mudah dibuat, biopori juga membantu menjaga kesuburan tanah,” ujar Dance Ishak Palit di sela kegiatan.
Dance menegaskan, gerakan biopori tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi merupakan bagian dari gerakan kesadaran masyarakat kota untuk menjaga keseimbangan alam. DPRD Kota Salatiga, lanjutnya, akan terus mendorong program ini menjadi gerakan massal di sekolah, kantor, rumah ibadah, hingga fasilitas umum.
“Kalau setiap rumah membuat dua atau tiga lubang biopori, maka ribuan meter kubik air hujan bisa terserap kembali ke tanah. Ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tapi investasi lingkungan jangka panjang bagi anak cucu kita,” tambahnya.
Kegiatan tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh masyarakat dan kelompok pemuda lingkungan yang turut berpartisipasi aktif. Mereka berharap gerakan ini dapat menjadi contoh bagi wilayah lain untuk mengadopsi langkah serupa.
Perwakilan DLH Kota Salatiga menyambut baik inisiatif ini dan berencana memasukkan program biopori ke dalam agenda edukasi lingkungan tahunan, termasuk sosialisasi di sekolah-sekolah.
Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat, gerakan biopori diharapkan menjadi program berkelanjutan yang tidak hanya menekan risiko banjir, tetapi juga membangun budaya pengelolaan sampah organik secara mandiri, menuju cita-cita “Salatiga Hijau dan Berwawasan Ekologis.”
(75)