Dairi, MitraBhayangkara.my.id — Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur yang digembar-gemborkan pemerintah pusat, potret memprihatinkan justru tampak di Dusun Labah Raja, Desa Lae Hitam, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Selama hampir 50 tahun, sejak dusun tersebut berdiri pada 1975, masyarakat setempat hidup dengan kondisi jalan rusak parah sepanjang 7 kilometer yang tak pernah tersentuh pembangunan berarti.
Pantauan wartawan di lokasi menunjukkan, akses jalan menuju Dusun Labah Raja hanya berupa tanah berlumpur dan bebatuan yang licin. Ketika musim hujan datang, jalan berubah menjadi kubangan lumpur sehingga anak-anak harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer menuju sekolah, sering kali dengan pakaian dan kaki berlumur tanah.
“Kami sudah terlalu lama menunggu perhatian pemerintah. Jalan ini bukan baru rusak, tapi sejak dusun ini berdiri. Kami mohon kepada Bapak Bupati Dairi, Vicner Sinaga, agar turun langsung melihat penderitaan kami,” ujar Simanjorang (52), warga Dusun Labah Raja, dengan nada kecewa saat ditemui awak media, Jumat (25/10/2025).
Menurut keterangan warga, pemerintah desa dan kecamatan dinilai hanya memberikan janji tanpa realisasi nyata. Sejumlah usulan perbaikan jalan telah disampaikan dalam musyawarah desa dan musrenbang kecamatan, namun hingga kini belum membuahkan hasil.
“Kami sudah beberapa kali sampaikan dalam rapat desa, tapi jawabannya selalu ‘akan diusulkan’. Nyatanya, jalan ini tetap seperti kubangan,” tutur Marbun (47), tokoh masyarakat setempat.
Masyarakat menduga kuat adanya kelalaian atau pembiaran administratif oleh pihak pemerintah desa dan kecamatan, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pembangunan infrastruktur desa.
Kondisi ini menunjukkan indikasi kuat pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan, terutama terkait hak warga atas infrastruktur dasar.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 78 ayat (1) menegaskan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia melalui pemenuhan kebutuhan dasar.
Artinya, pemerintah desa wajib memperjuangkan akses jalan layak sebagai kebutuhan dasar masyarakat.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 3 menegaskan bahwa jalan memiliki peranan penting dalam mendukung ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta pertahanan dan keamanan.
Dengan membiarkan jalan utama dusun rusak selama puluhan tahun, pemerintah daerah diduga melanggar kewajiban pemeliharaan dan penyelenggaraan jalan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU tersebut.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 12 huruf c menyebutkan bahwa urusan pekerjaan umum dan penataan ruang merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah kabupaten/kota.
Maka, tanggung jawab perbaikan jalan dusun Labah Raja berada di tangan Pemerintah Kabupaten Dairi.
Menanggapi hal ini, Dr. (H) J. Sitorus, M.Si, pakar kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), menilai bahwa ketidakseriusan pemerintah daerah dalam membenahi infrastruktur dasar di wilayah pedesaan merupakan bentuk maladministrasi pembangunan.
“Selama hampir lima dekade, masyarakat dibiarkan tanpa akses layak. Itu bukan sekadar kelalaian teknis, tapi pelanggaran hak konstitusional warga untuk mendapatkan pelayanan publik. Pemerintah daerah seharusnya melakukan audit program dan memastikan dana desa maupun DAK Infrastruktur digunakan tepat sasaran,” tegasnya.
Menurutnya, masyarakat bisa melapor ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut atas dugaan maladministrasi atau pembiaran pelayanan publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Masyarakat Dusun Labah Raja kini menaruh harapan besar kepada Bupati Dairi Vicner Sinaga dan jajaran pemerintah pusat agar segera turun langsung meninjau kondisi lapangan.
“Kami bukan minta proyek besar, kami cuma ingin jalan yang bisa dilewati anak-anak kami ke sekolah dan bisa kami bawa hasil tani ke pasar,” ujar seorang ibu rumah tangga sambil menatap jalan berlumpur di depan rumahnya.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan hanya kesejahteraan warga yang terancam, tetapi juga hak dasar atas pendidikan, ekonomi, dan transportasi layak sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) tentang hak atas hidup sejahtera dan lingkungan yang baik.
Redaksi Mitra Bhayangkara akan terus menelusuri ke mana arah dana pembangunan desa serta alasan pemerintah daerah tidak kunjung melakukan intervensi atas penderitaan warga Dusun Labah Raja.
Publik kini menanti: apakah janji pembangunan “dari desa untuk Indonesia” benar-benar dijalankan, atau hanya sebatas slogan politik semata.
(Pewarta : Baslan Naibaho)
(Editor : 75)

.jpeg)