Bengkalis, 16 September 2025 – MitraBhayangkara.my.id – Hubungan antara masyarakat adat Melayu Kecamatan Bathin Solapan dengan PT Patra Drilling Contractor (PDC) Duri kian meruncing. Aliansi Anak Melayu dengan lantang menuding Humas PT PDC Duri bersikap arogan, menolak surat audensi silaturahmi sebanyak tiga kali, bahkan sampai mengeluarkan ucapan provokatif yang dianggap melecehkan adat Melayu.
Investigasi lapangan yang dihimpun MitraBhayangkara.my.id mengungkap bahwa penolakan itu bukan sekadar salah paham administratif, melainkan sebuah pola arogansi yang bisa mengancam harmoni antara perusahaan migas dengan masyarakat adat.
Aliansi Anak Melayu sudah tiga kali melayangkan surat resmi kepada PT PDC Duri: 12 Februari 2025, 30 Juni 2025, dan 18 Juli 2025.
Semua surat tercatat diterima oleh petugas keamanan di kantor PT PDC Duri, Jalan Lintas Duri–Dumai KM 7, Kabupaten Bengkalis. Namun, bukannya ditindaklanjuti, surat itu justru diberi catatan penolakan di buku jurnal security.
Puncak kemarahan terjadi pada 25 Juni 2025, saat Humas PT PDC Duri melalui sambungan telepon menyampaikan ucapan kasar:
"Surat audensi silaturahmi temu ramah ditolak, mau apa kalian!"
Ucapan inilah yang dianggap sebagai penghinaan terhadap Marwah Melayu, yakni martabat dan kehormatan masyarakat adat setempat.
Ketua DPH Aliansi Anak Melayu, Danuartha, menegaskan bahwa sikap Humas PT PDC tidak hanya tidak profesional, tetapi juga bertentangan dengan kearifan lokal Melayu yang menjunjung tinggi musyawarah dan silaturahmi.
“Humas PT PDC Duri jelas menyinggung perasaan dan menyepelekan adat Melayu. Ini pelecehan terhadap marwah kami. Perusahaan besar seharusnya tahu diri, jangan biarkan karyawannya mempermalukan budaya lokal,” tegas Danuartha.
Landasan Hukum: CSR Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban
Penolakan PT PDC Duri juga dinilai bertentangan dengan kewajiban hukum terkait Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) perusahaan.
👉 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1) menegaskan:
"Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan."
👉 Kewajiban ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, Pasal 4 ayat (1):
"Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dilakukan oleh Direksi berdasarkan Rencana Kerja Perseroan tahunan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris."
Artinya, setiap perusahaan, termasuk PT PDC Duri yang bergerak di bidang eksplorasi dan jasa migas, wajib menjalin komunikasi yang sehat dengan masyarakat sekitar sebagai bagian dari implementasi CSR, bukan malah menutup pintu dialog.
Aliansi Anak Melayu mendesak manajemen pusat PT PDC agar segera:
1. Mengevaluasi bahkan mengganti Humas PT PDC Duri yang dianggap arogan dan tidak paham budaya lokal.
2. Membuka ruang dialog konstruktif dengan masyarakat adat Bathin Solapan.
3. Menghormati nilai adat Melayu dalam setiap langkah bisnis di wilayah Bengkalis.
“Jika perusahaan masih tutup mata, jangan salahkan kami bila masyarakat bergerak. PT PDC bisa kehilangan kepercayaan publik karena ulah satu oknum yang tidak beradab,” tegas Danuartha.
Kasus ini tidak hanya menyangkut persoalan komunikasi, tetapi juga dugaan pelanggaran kewajiban CSR yang diatur oleh undang-undang. Jika PT PDC Duri terus mengabaikan aspirasi masyarakat, bukan tidak mungkin Aliansi Anak Melayu akan melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum dan menuntut pemerintah daerah hingga kementerian terkait untuk turun tangan.
MitraBhayangkara.my.id akan terus mengawal persoalan ini, memastikan agar adat Melayu tidak diinjak-injak oleh kepentingan bisnis semata.
(Julianto Marbun)