Langkat, Sumatera Utara MitraBhayangkara.my.idDesa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan tajam publik nasional. Bukan hanya karena vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Kepala Desa Imran, S.Pd.I dalam kasus korupsi alih fungsi lahan mangrove, namun juga karena munculnya manuver kekuasaan yang dinilai mencederai etika dan hukum pemerintahan desa.
Ironisnya, di tengah gemuruh vonis pengadilan, jabatan strategis Sekretaris Desa (Sekdes) justru secara tiba-tiba diberikan kepada Abdul Rahmad, yang tak lain adalah adik kandung dari Kepala Desa Imran. Proses pengangkatan ini dilakukan tanpa musyawarah, tanpa transparansi, dan tanpa dasar hukum yang sah.
Kasi Pemerintahan Kecamatan Tanjung Pura, Aspan, mengonfirmasi bahwa surat pencabutan rekomendasi pengangkatan Sekdes telah diserahkan langsung kepada Kepala Desa. "Suratnya sudah diterima Kepala Desa Tapak Kuda,” tegas Aspan saat dikonfirmasi wartawan, rabu (24/9/2025).
Namun hingga kini, tidak ada tindak lanjut dari Kepala Desa untuk menerbitkan SK baru. Struktur pemerintahan desa pun tetap timpang. Kita beri waktu satu minggu. Kalau tidak juga diterbitkan SK baru, pihak kecamatan yang akan mengambil alih,” tegas Aspan.
Fenomena ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Tokoh warga, Ari, menyebut bahwa pengangkatan adik kandung Kepala Desa sebagai Sekdes adalah bentuk nyata dari “ketakutan akan kehilangan dinasti kekuasaan” Ini bukan hanya soal jabatan, ini soal keadilan dan etika. Jangan sampai desa jadi ladang kekuasaan pribadi,” ujarnya.
Ari mengungkapkan bahwa dokumen resmi usulan penonaktifan Kepala Desa telah diserahkan langsung oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ke pihak kecamatan, Bupati Langkat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Inspektorat, hingga Kejaksaan Langkat.
“Semoga bisa ditindak tegas dan cepat. Jangan hanya diam,” harap Ari.Situasi yang terus berlarut-larut ini menimbulkan dugaan adanya pembiaran sistematis dari pejabat di tingkat atas.
Ketika vonis pengadilan tidak diikuti tindakan administratif yang tegas, dan jabatan strategis tetap dipegang pihak keluarga terdakwa, publik berhak bertanya: siapa yang melindungi dan melanggengkan kekuasaan ini?” ujar salah satu warga yang geram.
Warga Tapak Kuda kini menuntut keadilan nyata, bukan sekadar retorika hukum di atas kertas. Mereka menilai, jika jabatan strategis seperti Sekdes bisa diisi oleh kerabat dekat tanpa prosedur yang sah, maka semangat reformasi birokrasi desa telah dihina secara terang-terangan.
“Membiarkan jabatan strategis tetap kokoh dipegang oleh keluarga terdakwa korupsi, sama saja melecehkan hukum. Kami tak ingin hukum hanya jadi pajangan,” kecam warga lainnya.
(Fitra hariadi Barus).