Pontianak,Kalbar,Mitra Bhayangkara.my.id -
Nasib tenaga kerja yang bekerja di sektor non formal dan formal di Indonesia masih sangat memprihatin. Hal ini dibuktikan masih banyak pekerja yang mengalami kesulitan Ketika terjadi resiko kerja, terutama kecelakaan kerja. Pemerintah dan Perusahaan masih kurang berperan aktif untuk memastikan kesejahteraan pekerja. Padahal, tenaga kerja merupakan motor penggerak roda ekonomi sekaligus roda Pemerintahan. Kurang perhatian Pemerintah terutama yang berkaitan dengan bidang yang men-suppoart kesejahteraan pekerja.
”Ironis Hasanah Dwimurti yang selama 2 tahun lebih bekerja perusahan percetakan milik PT. Ghifari Mafaza Pratama yang beralamat di Jalan Parit Pangeran Komplek Pondok Pangeran 3. Blok G.8 Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara, kota Pontianak mesti menelan pil pahit dipecat secara paksa dan sepihak tanpa ada surat peringatan (SP) terlebih dahulu dengan tuduhan merugikan perusahaan.
“Kejadian pada 30 Juni 2025” Inisial DJP meminta untuk Hasanah Dwimurti datang dikediamannya DJP”, setelah Hasanah Dwimurti datang kerumah DJP “beliau berkata bahwasannya Hasanah Dwimurti bersalah dengan bukti CCTV karena Hasanah Dwimurti mencetak banner/spanduk tidak disetorkan kepada DJP.” Hasanah Dwimurti juga sudah mengakui bahwa benar dia mencetak banner/spanduk tidak setor kepada DJP dan Hasanah Dwimurti juga siap bertanggung jawab. Setelah perbincangan tersebut, DJP berkata “bahwa beliau bersama istrinya sudah mengikhlaskan kesalahan Hasanah Dwimurti dengan konsekuensi tidak bekerja lagi dan gaji dipotong sebesar Rp. 1.000.000”, yang harusnya gaji Hasanah Dwimurti sebulan Rp. 1.500.000, dikarenakan sudah dipotong jadi hanya tersisa Rp. 500.000.
“2 hari setelahnya” Inisial DJP menelpon Hasanah Dwimurti untuk datang kembali dikediaman DJP. Setelah Hasanah Dwimurti datang dikediaman DJP, beliau langsung berkata “setelah dihitung-hitung DJP dan istrinya mengalami kerugian sebesar Rp. 100.000.000 lebih, tapi DJP dan istri hanya meminta dibayar sebesar Rp. 80.000.000.” Kemudian Hasanah Dwimurti merasa terkejut dengan nominal kerugian sebesar itu yang dinyatakan oleh DJP yang padahal Hasanah Dwimurti mengira DJP memanggil untuk datang dikediamannya untuk memberikan hak sisa gaji Rp. 500.000. Setelah itu DJP dan istri “meminta untuk Hasanah Dwimurti mengganti nominal sebesar Rp. 80.000.000 dan bertanya untuk pembayaran ini mau kontan atau dicicil”, Hasanah Dwimurti berkata “dicicil saja karena jikalau kontan tidak sanggup”. Kemudian DJP mengiyakan hal tersebut dan menyuruh Hasanah Dwimurti untuk membuat surat pernyataan yang di dikte oleh DJP. Dikarenakan Hasanah Dwimurti sendirian tanpa ada yang mendampinginya, jadi Hasanah Dwimurti mengikuti permintaan DJP tersebut. Yang berisi “bahwa akan dibayar secara dicicil perbulan sebesar Rp. 500.000 paling lambat tanggal 15 setiap bulan, jikalau telat akan dipidanakan”. Kemudian DJP berkata “sisa uang gaji Rp. 500.000 langsung dipotong ya”.
“Tanggal 14 Juli 2025” DJP menelpon Hasanah Dwimurti kembali, beliau berkata “untuk uang sebesar Rp. 80.000.000 tersebut dibayarkan secara tunai/kontan diakhir bulan Juli dengan alasan terlalu lama kalau dicicil, karena DJP juga sudah ditagih hutang oleh toko bahan.
“Tanggal 21 Juli 2025” Hasanah Dwimurti chat DJP melalui via WhatsApp mengajak untuk bertemu dirumah beliau menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Akan tetapi DJP menolak ajakan tersebut dan berkata “untuk membahas masalah ini melalu via WhatsApp saja.

“Tanggal 30 Juli 2025” Hasanah Dwimurti beserta keluarga mendatangai dikediaman Ketua AWI Kota Pontianak untuk bermusyawarah mengenai masalah tersebut. Dan setelah itu Hasanah Dwimurti memberikan surat kuasa kepada Ketua AWI Kota Pontianak untuk membantu menyelesaikan masalah dikarenakan kondisi Hasanah Dwimurti yang sedang hamil besar.
Budi Gautama, kuasa dari Hasanah Dwimurti, meminta kepada PT. Ghifari Mafaza Pratama agar mematuhi dan menjalankan peraturan sesuai Undang – Undang Ketenagakerjaan dan membayar kewajiban kepada pekerja yang diberhentikan sepihak, agar permasalahan segera diselesaikan lewat jalur mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Pontianak, pungkas Budi Gautama
“Bahwa PHK yang dilakukan pihak perusahaan tidak melalui prosedur yang sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu setelah adanya penetapan yang sudah berkekuatan hukum tetap sehingga PHK yang dilakukan batal demi hukum”, menanggapi kasus yang dikenakan Hasanah Dwimurti.
Saya, siap mengawal dan mendampingi perjalanan kasus ini dari awal di Dinas Tenaga Kerja Kota Pontianak, melalui (kuasa yang diberikan kepada saya). saat di mintai pendapat mengatakan, DPC Aliansi Kota Pontianak, meminta semua instansi pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan publik, wajib menerapkan dan melaksanakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku di negeri ini, agar permasalahan ini segera selesai dan hak para pekerja dapat segera terpenuhi, perusahaan jangan hanya menuntut haknya saja, tetapi penuhi hak pekerja juga, tegas Budi.
(Juwono)