Putusan Pengadilan Negeri Sidikalang Dinilai Janggal dan Sarat Kepentingan

 


Sidikalang,Dairi Sumut MitraBhayangkara.my.id - Sidang perkara penganiayaan ringan yang menjerat terdakwa BL dengan dakwaan awal Pasal 351 KUHP akhirnya memasuki tahap akhir. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidikalang menjatuhkan vonis pidana penjara selama 5 bulan, sama persis dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa berdasarkan Pasal 351 KUHP. Rabu 30/7/2025.


Namun demikian, Kuasa Hukum Terdakwa, Marlon Simanjorang, S.H., M.H. dan Michael P. Manurung, S.H., menyampaikan kekecewaan mendalam atas putusan tersebut. Menurutnya, putusan ini tidak mempertimbangkan fakta-fakta penting selama proses persidangan, serta mengabaikan aspek kekeluargaan dan keadilan substantif yang seharusnya menjadi landasan utama dalam menyelesaikan perkara yang berakar dari hubungan keluarga dekat antara terdakwa dan korban.


“Sejak awal, kami mencium aroma ketidakberesan. Perkara ini kami nilai ada dugaan dikondisikan dan penuh dengan konspirasi kepentingan tertentu. Kami mempertanyakan mengapa JPU yang berinisial J.F.H terlihat begitu tergesa-gesa dalam menyusun dakwaan, replik, hingga tuntutan, seolah mengabaikan asas kehati-hatian,” tegas Marlon.


Ia menambahkan bahwa dari dakwaan awal 2 tahun 8 bulan, tiba-tiba berubah menjadi tuntutan 5 bulan tanpa alasan yuridis yang utuh dan rasional. Namun yang lebih mengecewakan adalah tidak adanya pertimbangan yang meringankan dari Majelis Hakim, meskipun fakta persidangan memperlihatkan banyak kejanggalan, termasuk testimoni saksi-saksi yang kontradiktif dan lemah dari pihak penuntut umum.



“Sejujurnya, dari dakwaan sampai tuntutan, penanganan perkara ini lebih menyerupai sebuah novel picisan ketimbang proses hukum yang mengedepankan objektivitas dan nilai-nilai keadilan. Apakah ini karena idealisme, kebijaksanaan, atau justru ada campur tangan pihak luar? Kami tidak tahu pasti, namun aroma ‘ketidakwajaran’ itu terasa,” ucap Michael.


Penasihat hukum pun mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum terhadap asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa dalam menilai kepentingan umum suatu perkara. Bahwa perkara ini semestinya bisa diselesaikan dengan pendekatan restoratif, mengingat relasi kekeluargaan dan dampak kecil dari insiden yang terjadi.


“Mereka bukan musuh, mereka keluarga. Apakah layak perkara kekeluargaan diproses layaknya pelanggaran berat? Kami menyayangkan keputusan ini karena tidak merefleksikan keadilan substantif,” tutup Marlon.


Dengan putusan ini, pihak kuasa hukum menyatakan masih mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya, termasuk banding sebagai bentuk perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi terdakwa yang menurutnya dikorbankan oleh sistem hukum yang tidak berpihak.


(Baslan Naibaho).

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 1