UNGARAN, MitraBhayangkara.my.id — Wahana perosotan raksasa setinggi 30 meter dan panjang 130 meter di objek wisata Dusun Semilir, Bawen, Kabupaten Semarang tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, wahana hiburan tersebut diketahui belum mengantongi izin konstruksi resmi, yakni Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Pihak Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang pun menegaskan, tanpa dokumen tersebut, keamanan bangunan tidak dapat dijamin.
“Kami belum pernah menerima pengajuan lengkap untuk kajian teknis bangunan wahana maupun villa/hotel di Dusun Semilir, sehingga tidak ada rekomendasi untuk penerbitan PBG,” ungkap Kepala Bidang Cipta Karya DPU Kabupaten Semarang, Eko Sigit Prayogo, kepada wartawan, akhir pekan ini.
Menurut Eko, izin PBG menjadi dasar utama untuk memastikan suatu bangunan aman secara struktur dan layak digunakan. Tanpa kajian teknis dari DPU, sertifikat SLF pun tidak dapat diterbitkan. Ia menjelaskan bahwa PBG tidak bisa dikeluarkan sembarangan, melainkan harus melalui verifikasi dokumen yang komprehensif: mulai dari data pemilik, gambar teknis, izin lokasi, dokumen lingkungan, hingga rencana struktur bangunan.
“Kalau persyaratannya tidak lengkap, ya tidak bisa kami proses. Setahu saya, dulu mereka (Dusun Semilir) pernah ajukan, tapi tidak lengkap,” imbuhnya.
Di sisi lain, Shenita Dwiyansany, selaku HC Manager Legal & QA Manager Dusun Semilir, membantah tudingan tersebut. Ia mengklaim pihaknya telah mengantongi semua perizinan yang diperlukan untuk mendirikan wahana hiburan dan bangunan lainnya di kawasan wisata tersebut.
“Kami tidak melanggar regulasi. Izin mendirikan bangunan (IMB) sudah kami miliki. Lokasi kami juga sesuai tata ruang wilayah,” ujar Shenita.
Namun, sebagaimana diketahui, IMB telah digantikan oleh PBG sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya. Dengan demikian, izin lama seperti IMB tidak serta merta dapat digunakan tanpa penyesuaian dengan regulasi baru.
Menanggapi polemik ini, Bupati Semarang Ngesti Nugroho menyatakan akan segera menggelar rapat koordinasi lintas sektor untuk mengevaluasi perizinan tempat wisata di wilayahnya. Ia menegaskan bahwa investasi tetap didorong, namun harus taat aturan.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, Wisnu Wahyudi, yang menekankan pentingnya pelaku usaha pariwisata menyesuaikan dengan regulasi baru.
“Kalau tidak punya PBG dan SLF, berarti bangunan itu tidak legal. Pemkab juga harus memperketat pengawasan,” tegasnya.
PBG bukan sekadar izin administratif, tetapi jaminan bahwa bangunan telah melalui kajian teknis dan dinyatakan aman. Tanpa PBG, maka SLF—yang menyatakan bangunan layak fungsi dan aman digunakan—tidak bisa diterbitkan. Hal ini menyangkut keselamatan pengunjung, terlebih wahana seperti perosotan raksasa yang bersifat ekstrem.
Kasus Dusun Semilir ini menjadi peringatan penting bagi pelaku usaha pariwisata dan pemerintah daerah: bahwa kemajuan pariwisata harus beriringan dengan kepatuhan hukum dan keselamatan publik. Pengawasan perizinan tidak boleh longgar, dan setiap bangunan yang digunakan untuk umum harus dipastikan aman, legal, dan bertanggung jawab.