LSM GMPM Desak Tindak Lanjut Dugaan Pungli dan Penyimpangan dalam Proses Pendampingan Ganti Rugi Proyek Tol di Kelurahan Ngampin, Ambarawa


Semarang, MitraBhayangkara.my.id
  – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) GMPM (Gerakan Masyarakat Palagan Madani) mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik pungutan liar dalam proses pendampingan ganti rugi proyek tol yang berlokasi di Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. LSM GMPM menyampaikan somasi terbuka kepada Kepala Kelurahan Ngampin untuk segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang merugikan warga penerima ganti rugi.(26 April 2025)

Somasi ini dilayangkan berdasarkan serangkaian temuan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum dalam proses administrasi pemberkasan hak tanah, yang diduga melibatkan pungutan liar, pemalsuan dokumen, serta penyimpangan dalam prosedur pemberkasan ganti rugi.

"LSM GMPM menilai adanya pelaksanaan pemberkasan yang ceroboh dan tidak transparan, yang mengarah pada dugaan pungutan liar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar perwakilan LSM GMPM dalam rilisnya. Mereka juga mengungkapkan adanya dugaan pemalsuan surat keterangan waris serta perjanjian yang melibatkan pembagian ganti rugi antara pendamping dan pemilik tanah yang tidak sesuai prosedur.

Selain itu, ditemukan juga adanya pungutan ilegal yang mengharuskan warga untuk membayar biaya administrasi yang seharusnya ditanggung oleh negara, seperti biaya pengurusan sertifikat yang hilang dan pembuatan akta notarial. Bahkan, proses pengurusan akta notarial dilaporkan memakan waktu yang sangat lama, hingga 15 bulan tanpa ada kejelasan.

Terkait dengan hal ini, LSM GMPM menegaskan bahwa jika dalam waktu 3x24 jam tidak ada tindakan dari pihak Kelurahan Ngampin untuk menindaklanjuti laporan tersebut, mereka akan mengambil langkah hukum lebih lanjut, termasuk melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib.

Pasal-Pasal yang Terkait dengan Dugaan Pelanggaran
Terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen dan pungutan liar dalam proses pendampingan, beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dapat dijadikan dasar hukum sebagai upaya penegakan hukum terhadap oknum-oknum yang terlibat.

  1. Pasal 263 KUHP - Pemalsuan Dokumen:
    "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun."
    Jika terbukti ada pemalsuan dalam surat keterangan waris atau dokumen terkait ganti rugi, maka pelaku dapat dikenakan pasal ini.

  2. Pasal 378 KUHP - Penipuan:
    "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk memberikan sesuatu atau melakukan perbuatan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
    Jika pungutan liar dilakukan dengan tujuan memperkaya diri, maka bisa dikenakan pasal ini.

  3. Pasal 55 UU ITE - Penyebaran Informasi Elektronik yang Merugikan:
    Dalam konteks pemalsuan atau manipulasi data dalam sistem administrasi elektronik, pasal ini juga dapat dikenakan jika ada unsur penyebaran informasi yang merugikan pihak lain melalui media elektronik.

Tuntutan LSM GMPM

LSM GMPM menuntut agar pihak Kelurahan Ngampin segera mengklarifikasi dan menindaklanjuti permasalahan ini dengan melakukan penyelidikan terhadap oknum-oknum yang terlibat. Selain itu, mereka mendesak agar setiap pungutan atau biaya yang tidak sah segera dikembalikan kepada warga yang dirugikan.

"Kami berharap pihak terkait bisa segera mengambil tindakan yang tegas, dan bagi warga yang merasa dirugikan untuk segera melapor. Ini adalah langkah awal untuk mencegah terjadinya ketidakadilan lebih lanjut di masa depan," tambah perwakilan LSM GMPM.

Sebagai lembaga yang berkomitmen untuk menjaga integritas dan keadilan, LSM GMPM juga mengingatkan kepada masyarakat agar tidak ragu untuk melaporkan praktik pungli dan penyalahgunaan kewenangan kepada pihak yang berwenang. Proses pengadaan ganti rugi seharusnya dilakukan secara transparan, sesuai aturan yang berlaku, dan tanpa adanya perantara yang menguntungkan diri sendiri.

Dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, diharapkan penyelesaian proyek tol di wilayah tersebut dapat berjalan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan.

(JS)

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 1