![]() |
Foto : Google |
Mitra Bhayangkara, Jakarta - Perdebatan mengenai draft revisi UU penyiaran semakin memanas dengan usulan pelarangan jurnalisme investigasi. Hal ini menuai kontroversi karena dianggap melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang menjamin kebebasan pers.
Usulan pelarangan tersebut dinilai sebagai upaya negara untuk membatasi akses informasi publik terkait skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara. Pengamat politik dari FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, menegaskan bahwa pelarangan tersebut menunjukkan niat negara untuk menghambat akses publik terhadap informasi mengenai kasus-kasus korupsi dan pelanggaran oleh aparat negara, baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Pembatasan ini dianggap bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan korupsi, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat negara.
Pengamat politik mengingatkan bahwa jurnalisme investigasi memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memantau proses hukum terhadap pelanggaran kekuasaan negara. Pembatasan ini dianggap bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama yang berkaitan dengan penyelewengan kekuasaan negara, harus tetap dijamin.
RUU Penyiaran Revisi harus memperhatikan prinsip kebebasan pers dan perlindungan terhadap akses informasi publik untuk menciptakan tatanan yang transparan dan akuntabel dalam menjalankan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah.
(Judul: "")