Pakpak Bharat | MitraBhayangkara.my.id — Sejumlah kejanggalan serius terungkap dalam proyek Peningkatan dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk di Desa Perpulungen, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Temuan lapangan tim media bukan hanya mengarah pada dugaan pelanggaran administrasi, tetapi juga berpotensi menyeret proyek ini ke ranah pidana korupsi.
Salah satu temuan paling mencolok adalah papan informasi proyek (papan nama kegiatan) yang dipaku langsung pada batang pohon, sebagaimana terlihat di lokasi pekerjaan. Praktik ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran lingkungan dan kelalaian etika proyek, sekaligus mencerminkan lemahnya pengawasan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Pakar hukum lingkungan dari salah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara, Dr. R. Simanjuntak, menegaskan bahwa tindakan memaku papan proyek pada pohon hidup bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan.
“Pohon adalah makhluk hidup. Memaku papan proyek pada batang pohon dapat merusak jaringan hidupnya dan melanggar prinsip perlindungan lingkungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan e,” jelasnya.
Selain itu, pemasangan papan proyek seharusnya menggunakan tiang mandiri, bukan memanfaatkan pohon atau fasilitas umum yang dilindungi.
Lebih jauh, tim media menemukan dugaan kuat bahwa PT PP (Persero) Tbk memberikan sebagian pekerjaan kepada vendor yang tidak memiliki badan usaha dan legalitas resmi. Jika terbukti, praktik ini bertentangan dengan:
- Peraturan Menteri BUMN Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN
- Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
- Sistem pengadaan internal Smart E-Proc PT PP (Persero) yang mewajibkan vendor berbadan hukum dan terverifikasi
Pengamat hukum korporasi Ahmad Siregar, SH, MH menilai praktik tersebut sebagai pelanggaran serius.
“Memberikan pekerjaan kepada vendor bodong tidak hanya melanggar aturan pengadaan, tetapi juga membuka ruang konflik kepentingan dan kerugian keuangan negara. Ini bisa masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, material pasir yang digunakan dalam proyek irigasi ini juga diduga berasal dari galian C tanpa izin resmi. Seorang warga yang ikut bekerja di proyek tersebut mengungkapkan bahwa material yang digunakan tidak dilengkapi dokumen legal.
“Kami bekerja pakai material yang diduga kuat tidak ada izin galian. Bestek diabaikan,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Praktik ini berpotensi melanggar:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
- Pasal 158 UU Minerba, dengan ancaman pidana penjara dan denda miliaran rupiah
Kejanggalan lain muncul dari tidak dicantumkannya nilai pagu proyek pada papan informasi, sementara dalam RAB hanya tertulis sistem Unit Price tanpa transparansi nilai total anggaran. Kondisi ini dinilai melanggar prinsip keterbukaan informasi publik.
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui nilai dan rincian anggaran proyek yang bersumber dari APBN.
Saat dikonfirmasi, konsultan pengawas di lapangan menyatakan bahwa material telah melalui uji laboratorium (“uji lab”). Namun pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan temuan fisik di lapangan, di mana material dan metode kerja diduga tidak sesuai spesifikasi teknis (bestek).
Jika dugaan ini terbukti, maka perbuatan tersebut berpotensi melanggar:
- Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara
Aktivis antikorupsi di Pakpak Bharat mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi indikasi kuat praktik korupsi terstruktur. KPK harus mengusut dugaan proyek fiktif dan penggunaan vendor ilegal oleh PT PP (Persero),” tegas salah satu aktivis.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT PP (Persero) Tbk maupun Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera II Medan belum memberikan klarifikasi resmi terkait temuan papan proyek yang dipaku di pohon, dugaan vendor bodong, serta penggunaan material ilegal.
Tim media menilai, audit menyeluruh oleh BPK dan investigasi aparat hukum menjadi langkah mendesak untuk memastikan tidak terjadinya kerugian negara dan menjaga marwah proyek infrastruktur yang dibiayai uang rakyat.
(Tim Investigasi - Baslan Naibaho)




.jpeg)