Tapanuli Tengah Sumatera Utara MitraBhayangkara.my.idDPD KNPI Sumut, Bidang Lingkungan Hidup, Obet Mei Situmeang "angkat bicara terkait kasus pencurian berondolan buah kelapa sawit seberat 30Kg dengan kerugian nilai kurang lebih Rp 90 ribu, yang terjadi di PT, TAS, kecamatan Kolang, kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Selasa 18/11/2025.
Obet menyampaikan bahwa tindakan dengan mempidanakan pelaku pencurian berondolan buah kelapa sawit seberat 30Kg adalah tindakan yang tidak manusiawi, dirinya menduga kasus ini seolah-olah dipaksakan oleh penyidik Polres Tapanuli Tengah, seharusnya pihak kepolisian kasus ini termasuk kasus Tindaka Pidana Ringan (Tipiring) karena kerugian sangat kecil.
Dirinya menilai penahanan seseorang karena mencuri brondolan sawit senilai sekitar Rp90 ribu telah memicu perdebatan publik dan pertanyaan seputar prinsip keadilan dalam sistem hukum di Indonesia, terutama terkait kasus pencurian ringan.
Nilai Kerugian yang Kecil, Kerugian yang dialami oleh perusahaan perkebunan dalam kasus semacam ini relatif sangat kecil, seringkali di bawah batas nilai kerugian untuk tindak pidana ringan (tipiring) yang diatur dalam hukum.
Penerapan Pasal: Meskipun nilai kerugian kecil, pelaku sering dijerat dengan pasal pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) dengan ancaman hukuman penjara hingga 7 tahun, yang memunculkan kritik karena dianggap tidak proporsional, tuturnya
Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ): Banyak pihak, termasuk Kejaksaan Agung dan beberapa Pengadilan Negeri, mendorong penerapan keadilan restoratif untuk kasus-kasus pencurian sawit dengan nilai kerugian kecil. Pendekatan ini memungkinkan penyelesaian di luar pengadilan dengan mengedepankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, seringkali berujung pada penghentian penyidikan atau pembebasan.
Alasan penahanan Pihak kepolisian, seringkali tetap memproses dan menahan pelaku berdasarkan laporan perusahaan dan penerapan pasal yang ada, dengan alasan untuk menciptakan efek jera dan menangani masalah pencurian sawit yang marak di daerah perkebunan.
Obed Mei Situmeang, meminta Jaksa penuntut umum (JPU) untuk dapat mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk rasa keadilan, kemanusiaan dan kepentingan umum, bukan hanya aspek hukum formal semata, kita berharap sistem peradilan yang ideal menuntut adanya keseimbangan antara penegakkan hukum yang tegas dan perlakuan yang adil serta manusiawi terhadap semua pihak yang terlibat, tutur Obed.
Agus Halawa S.H., salah satu Praktisi Hukum dan lembaga bantuan hukum, mengkritik keras penahanan ini pelaku oleh kepolisian Polres Tapanuli Tengah, Ia menyoroti ketidakseimbangan perlakuan hukum antara kasus pencurian kecil oleh masyarakat miskin dengan kasus korupsi besar yang penanganannya seringkali berjalan lamban.
Penahanan ini menjadi sorotan karena dianggap mencerminkan ketidakadilan substantif dalam penegakan hukum di mana masyarakat kecil berhadapan dengan jerat hukum yang berat untuk kesalahan kecil, sementara mekanisme alternatif seperti keadilan restoratif belum diterapkan secara konsisten, ucap Agus Halawa.
(Junianto Marbun).

