HAKAN Dorong Revisi UU Kewarganegaraan Demi Perlindungan Keluarga Antar Negara


Jakarta, MitraBhayangkara.my.id
– Perkumpulan Harapan Keluarga Antar Negara (HAKAN) menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan pembaruan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan agar lebih inklusif, adaptif, dan berkeadilan sosial.


Komitmen tersebut diwujudkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Perubahan Undang-Undang Kewarganegaraan Mendorong Indonesia Emas 2045” yang berlangsung di Aula Club House Bukit Podomoro, Klender, Jakarta Timur, Kamis (6/11/2025).


Kegiatan ini menjadi forum strategis bagi pemangku kebijakan, akademisi, praktisi hukum, dan organisasi masyarakat sipil untuk menyatukan pandangan dalam mendorong reformasi kebijakan kewarganegaraan Indonesia yang responsif terhadap dinamika global, sekaligus memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme.


Ketua Umum DPP HAKAN, Analia Trisna, M.M., menegaskan perlunya revisi UU Kewarganegaraan guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi keluarga perkawinan campuran, terutama anak-anak hasil perkawinan lintas negara yang sering menghadapi hambatan administratif dan status hukum.

“Negara harus hadir memberikan kepastian hukum bagi setiap anak bangsa, termasuk mereka yang lahir dari keluarga lintas negara. Semangatnya tetap satu — menjunjung tinggi Merah Putih, sambil membuka ruang adaptif bagi generasi global Indonesia,” ujar Analia.



Sementara itu, Melany Dian R., S.H., M.H., CLA, Ketua HAKAN Provinsi Bali sekaligus Ketua Bidang Hukum DPP HAKAN, menyebut organisasi ini telah menjadi jembatan advokasi dan aspirasi bagi lebih dari 10.000 keluarga antar negara di dalam dan luar negeri.


Ia menekankan bahwa prinsip yang diperjuangkan HAKAN adalah “One Nationality, Multiple Facilities” — satu kewarganegaraan Indonesia dengan akses fasilitas yang relevan terhadap kebutuhan global.


Menurutnya, kondisi saat ini masih menyisakan kekosongan hukum (legal vacuum) yang berdampak langsung terhadap ribuan anak hasil perkawinan campuran. Oleh sebab itu, revisi UU diharapkan menghapus diskriminasi dan menghadirkan sistem hukum yang humanis serta berkeadilan sosial.


Dalam sesi dialog, Salsa (22), anak dari ibu WNI dan ayah WNA, menyampaikan rasa kecewanya atas lamanya proses memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia karena terhambat aturan pelepasan kewarganegaraan asing.

“Saya lahir dan besar di Indonesia. Salah satu persyaratan saya ditolak karena harus melepas kewarganegaraan asing sejak 2023. Sampai sekarang belum ada kepastian. Saya berjuang bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk banyak anak lain yang mengalami hal sama,” ungkapnya.


Masalah seperti ini umum dialami anak hasil perkawinan campuran. Setelah berusia 21 tahun, mereka diwajibkan memilih kewarganegaraan. Jika memilih menjadi warga negara asing, maka kehilangan hak tinggal, hak bekerja, bahkan hak waris atas tanah dan usaha milik orangtuanya di Indonesia.


Melany Dian menambahkan, FGD ini juga menjadi langkah konkret memperkuat sinergi antara Komisi XIII DPR RI, Kemenkumham, Kemendagri, Komnas HAM, dan KPAI, agar kebijakan kewarganegaraan yang baru bisa komprehensif dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.


Sebagai tindak lanjut, HAKAN akan membentuk Tim Advokasi Reformasi Hukum Kewarganegaraan Lintas Lembaga, beranggotakan unsur DPR RI, kementerian terkait, akademisi, praktisi hukum, dan organisasi masyarakat sipil.


Tim ini akan fokus menyusun rancangan regulasi dan mekanisme perlindungan hukum yang lebih kuat bagi keluarga antar negara dan diaspora Indonesia.


FGD ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan pejabat pemerintah sebagai narasumber, di antaranya:

  • Dr. Widodo, S.H., M.H. – Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI,

  • Prof. Rokhmin Dahuri – Anggota DPR RI,

  • Sugiat Santoso, S.E., M.SP. – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI,

  • Prof. Asep Saefuddin – Guru Besar IPB University,

  • Dulyono, S.H., M.H. – Direktur Tata Negara Kemenkumham RI,

  • Jaya Saputra, S.H., M.H. – Direktur Izin Tinggal dan Status Keimigrasian,

  • Muhammad Farid, S.STP., M.Si. – Direktur Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil Kemendagri,

  • Dr. Nikolas Simanjuntak, S.H., M.H. – Ketua Bidang Kajian Hukum DPN PERADI,

  • Ajib Hamdani – Analis Kebijakan Ekonomi APINDO,

  • Agustinus Petus Gultom, S.H. – Aktivis Lembaga Aliansi Indonesia.


Para narasumber sepakat bahwa revisi UU Kewarganegaraan harus menyesuaikan dengan arus mobilitas global dan perlindungan HAM, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, yang menjamin hak setiap orang atas pengakuan dan kepastian hukum yang adil serta bebas dari perlakuan diskriminatif.


Hasil dari FGD ini akan dirangkum dalam policy brief dan rekomendasi nasional yang akan diserahkan langsung kepada Komisi XIII DPR RI, Kemenkumham, dan KemenHAM RI sebagai bahan penyusunan Naskah Akademik dan RUU Kewarganegaraan Baru, yang ditargetkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025–2029.


Melalui gerakan advokasi ini, HAKAN berharap perubahan regulasi nantinya mampu menjawab tantangan globalisasi, melindungi hak-hak keluarga antar negara, dan memastikan bahwa setiap anak Indonesia, di mana pun berada, tetap memiliki tempat di tanah airnya.


(Redaksi)

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1