Diduga Lambat Tangani Laporan Kekerasan, Polres Dairi Disorot: Korban Minta Kapolda Sumut Turun Tangan

Terlihat kondisi wajah korban yang mengalami memar cukup parah. Bagian bawah mata kirinya tampak membiru dan bengkak, diduga akibat benturan keras. Pembuluh darah pada mata korban juga terlihat pecah, menunjukkan adanya trauma fisik signifikan yang dialaminya.

Dairi, MitraBhayangkara.my.id
– Penanganan laporan dugaan penganiayaan yang dialami Marliana br Damanik oleh terlapor Lisnawati br Nadeak, seorang toke jeruk di Kabupaten Dairi, kini menuai sorotan. Laporan yang telah dibuat korban pada 13 Agustus 2025 hingga kini diduga belum menunjukkan perkembangan berarti, bahkan terlapor masih bebas berkeliaran.

Kasus ini dilaporkan secara resmi ke Polres Dairi dengan Nomor:
LP/B/308/VIII/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMATERA UTARA.

Sudah lebih dari tiga bulan sejak laporan masuk, namun korban mengaku tidak pernah menerima tindak lanjut yang jelas dari penyidik.



Beberapa kali mendatangi Polres Dairi, Marliana br Damanik mengungkapkan kekecewaannya terhadap respons polisi.

“Jawabannya selalu ya, tapi tidak pernah ada tindakan. Seolah-olah laporan saya tidak dianggap. Saya sudah berulang kali datang, tapi tetap sama saja—janji terus,” ujar Marliana dengan nada kecewa.


Suami korban juga meminta agar penyidik Polres Dairi serius menangani laporan ini dan tidak berlarut-larut.


Merasa penanganan stagnan, keluarga korban meminta Kapolda Sumatera Utara segera turun tangan dan mengevaluasi kinerja Polres Dairi.


Mereka menduga adanya ketidakberesan dalam proses penanganan kasus, bahkan kuat dugaan bahwa ada upaya pembiaran.


Marliana br Damanik menegaskan bahwa ia tidak menerima perlakuan kekerasan yang dialaminya dari Lisnawati br Nadeak. Bukti dan saksi sudah disampaikan, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka.


Terlapor disebut masih beraktivitas seperti biasa dan tidak menunjukkan bahwa proses hukum sedang berjalan.


Pengamat hukum pidana, Dr. R. Sitorus, SH., MH, menjelaskan bahwa penyidik tidak boleh memperlambat penanganan laporan pidana tanpa alasan yang sah.

“Untuk kasus dugaan penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP, waktu penanganan seharusnya tidak berlarut-larut. Jika bukti awal dan saksi sudah lengkap, penyidik wajib segera meningkatkan perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka jika terpenuhi dua alat bukti,” jelasnya.


Menurutnya, jika laporan sudah masuk lebih dari 90 hari tanpa perkembangan, maka ada potensi pelanggaran Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, terutama terkait asas transparansi dan akuntabilitas.


Beberapa aturan yang mengatur kewajiban Polri dalam penanganan laporan masyarakat:

  1. Pasal 351 KUHP – Aturan mengenai tindak pidana penganiayaan.

  2. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 13 dan 14, yang mewajibkan Polri memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat serta menegakkan hukum secara profesional dan tidak diskriminatif.

  3. Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana – Menegaskan bahwa penyidik wajib segera menindaklanjuti laporan jika terpenuhi unsur pidana.

  4. Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip HAM di Lingkungan Polri – Melarang setiap bentuk pembiaran terhadap korban kekerasan.


Setelah tiga bulan lebih menunggu tanpa jawaban pasti, keluarga besar Marliana br Damanik berharap pelaku segera mendapat sanksi hukum yang setimpal.

“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan ada tebang pilih,” tegas suami korban.


Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Dairi belum memberikan klarifikasi resmi terkait lambatnya penanganan kasus ini.


(Pewarta : Baslan Naibaho)

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1