Terendus Modus Kotor BBM Subsidi di Dairi: Ganti Pelat Nomor, Mainkan Pertalite dan Biosolar!


Dairi, MitraBhayangkara.my.id – Aroma permainan kotor dalam distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Kabupaten Dairi semakin tercium menyengat. Investigasi tim wartawan menemukan adanya dugaan penimbunan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi di salah satu warung di Jalan Simto, Kecamatan Sidikkalang, Kabupaten Dairi, yang diduga beroperasi secara ilegal dan memicu kelangkaan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) setempat.


Lokasi SPBU yang menjadi sorotan adalah SPBU Pertamina Nomor 14.222.239 di kawasan Sidikkalang, dengan harga resmi BBM yang tertera di papan harga:

Pertalite Rp10.000/liter

Bio Solar Rp6.800/liter

Dexlite Rp13.900/liter


Namun, di lapangan harga Pertalite di kios pengecer justru melonjak hingga Rp12.000/liter, memicu keresahan warga dan dugaan kuat adanya permainan distribusi yang tidak sesuai aturan.



Warga sekitar mengaku sudah lama resah karena SPBU di wilayah Sidikalang sering kehabisan stok BBM bersubsidi, sementara di warung-warung tertentu justru ditemukan banyak jeriken berisi BBM yang dijual dengan harga lebih tinggi.


“Kalau beli di SPBU, sering habis. Tapi di kios-kios pinggir jalan tetap ada, cuma harganya Rp12.000 per liter, padahal harga resminya Rp10.000. Ini jelas permainan,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.



Dari hasil penelusuran, mobil pick-up berisi jeriken BBM terlihat keluar-masuk SPBU dan berhenti di warung yang diduga sebagai tempat penimbunan. Salah satu sumber menyebut warung tersebut “bersebelahan langsung dengan SPBU dan kerap mendapat pasokan besar.”


Lebih jauh, ditemukan pola modus baru dalam praktik ilegal ini. Para pelaku diduga mengganti pelat nomor kendaraan setiap kali melakukan pengisian, agar terhindar dari deteksi sistem pengawasan SPBU. Tidak hanya itu, mereka juga mengambil dua jenis BBM subsidi sekaligus — Pertalite dan Bio Solar — menggunakan kendaraan yang berbeda-beda, kemudian menimbunnya di warung untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi.



Tim wartawan Mitra Bhayangkara turun langsung ke lokasi dan melakukan konfirmasi terhadap pemilik warung berinisial BM (Boru Marpaung).


Dalam perbincangan, pemilik warung mengakui, “Kami hanya bagi minyak ke kios pengecer, Abang. Mengertilah, yang namanya cari hidup,” katanya dengan nada merayu.


Wartawan kemudian mengingatkan agar kegiatan tersebut tidak diulangi karena termasuk pelanggaran terhadap distribusi BBM bersubsidi. Namun tak lama setelah pertemuan itu, kedua wartawan malah dilaporkan ke Polres Dairi atas tuduhan yang belum jelas.


Pihak SPBU (Nomor 14.222.239) yang dikonfirmasi wartawan membenarkan bahwa warung milik Boru Marpaung sudah berulang kali ditegur.


“Ibu itu sudah sering kami ingatkan. Modusnya berganti-ganti, kadang pakai kendaraan berbeda, kadang bawa jeriken banyak. Tapi tetap saja mereka datang tiap kali BBM masuk,” ujar seorang perwakilan SPBU.


Dugaan sementara, penimbunan dilakukan dengan cara pembelian berulang kali menggunakan kendaraan berbeda (modulasi pengambilan), disertai penggantian pelat nomor palsu dan pengisian ganda BBM subsidi Pertalite dan Bio Solar, yang secara terang melanggar ketentuan distribusi BBM bersubsidi.


Perbuatan menimbun, menyalahgunakan, atau memperjualbelikan kembali BBM bersubsidi merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam:

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah oleh Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan:


“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).”


Selain itu, praktik seperti ini juga melanggar:

Pasal 53 huruf d UU No. 22 Tahun 2001, tentang kegiatan usaha hilir migas tanpa izin niaga.

Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM Bersubsidi.


Laporan balik terhadap wartawan dengan tuduhan curas memicu keprihatinan kalangan media.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:

Pasal 4 ayat (2) menjamin kemerdekaan pers,

Pasal 8 menyatakan bahwa wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya, dan

Pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang yang menghalang-halangi atau menghambat tugas jurnalistik dapat dipidana paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.


Artinya, tindakan mengkriminalisasi wartawan yang sedang menjalankan tugas liputan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum terhadap kebebasan pers.


Masyarakat berharap aparat penegak hukum bertindak adil dan transparan.


“Jangan wartawan yang membongkar justru dikriminalisasi. Yang salah itu yang menimbun BBM,” ujar salah satu tokoh warga Sidikalang.


Pemerintah daerah dan pihak Pertamina diminta untuk memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi serta menindak tegas pelaku penimbunan yang merugikan masyarakat kecil.


Kasus SPBU Nomor 14.222.239 di Sidikalang ini menjadi cermin betapa rawannya praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi di daerah dan bagaimana suara jurnalis yang mencoba mengungkap kebenaran bisa dihadapkan pada tekanan dan ancaman hukum.


Di tengah kelangkaan dan mahalnya harga BBM, publik berharap hukum ditegakkan tanpa pandang bulu — termasuk terhadap pelaku penimbunan maupun pihak yang mencoba membungkam pers.


(Pewarta: Baslan Naibaho)

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1