Diduga Polres Dairi Lamban Tangani Kasus Pengeroyokan di Pasar Sitinjo, Korban Minta Keadilan


DAIRI, MitraBhayangkara.my.id – Penanganan kasus dugaan pengeroyokan yang dialami Dando Elfrida br Sinaga dan anaknya di Pasar Sitinjo, Kabupaten Dairi, menuai sorotan. Keluarga korban menilai pihak Polres Dairi lamban dalam menangani laporan mereka yang telah dibuat sejak 9 Agustus 2025.


Peristiwa pengeroyokan itu terjadi saat Elfrida br Sinaga berada di area pasar. Ia mengaku dianiaya oleh sekelompok orang hingga mengalami luka. Sang anak yang mencoba menolong ibunya pun ikut menjadi korban pemukulan.


“Sudah lebih dari dua bulan laporan kami di Polres Dairi belum juga ada kejelasan. Kami dan para saksi sudah diperiksa, tapi belum ada tindak lanjut,” ungkap Elfrida br Sinaga kepada wartawan Mitra Bhayangkara saat ditemui di rumahnya di Desa Bangun I, Kecamatan Parbuluan, pada 7 Oktober 2025.


Salah satu saksi, Rano Hutabarat, bersama Bua Siburian, juga mempertanyakan lambannya penanganan kasus tersebut.


“Kami heran, kenapa si pelaku justru bisa membuat laporan balik ke polisi. Padahal korban jelas-jelas dikeroyok di depan banyak saksi,” ujarnya.



Elfrida menduga adanya upaya pembalikan fakta oleh pihak terlapor yang disebut-sebut didampingi oleh seorang perempuan bermarga Br Siboro, yang memiliki hubungan dekat dengan oknum aparat.


“Br Siboro itu mendampingi mereka membuat laporan ke Polres Dairi. Dia bahkan mengaku anaknya polisi dan tentara, serta akan melindungi mereka,” tutur Elfrida.


Menurut Elfrida, masalah ini diduga juga dipicu oleh persaingan bisnis kopi di daerah tersebut. Ia menyebut para pelaku merupakan keluarga Jantrio Kudadiri, yang kini justru melaporkan balik dirinya ke pihak kepolisian.


“Kami hanya ingin keadilan. Jangan hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Kami siap menunjukkan bukti dan saksi kalau memang kami bersalah,” tegasnya.


Elfrida juga mengaku sempat didatangi oknum polisi yang meminta agar kasus ini diselesaikan secara mediasi.


“Polisi sempat datang ke rumah dan bilang ‘bisa ibu mediasi saja’. Tapi saya tidak mau, karena saya korban,” ucapnya.


Atas lambannya proses hukum, Elfrida br Sinaga meminta perhatian Kapolda Sumatera Utara dan Kapolri untuk menindaklanjuti kasus ini secara adil.


“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”


Selain itu, penegakan hukum yang tidak adil dapat melanggar Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tentang persamaan kedudukan di hadapan hukum serta Pasal 4 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, yang menegaskan bahwa polisi wajib memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan tanpa diskriminasi.


Pewarta : Baslan Naibaho 

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1