Bengkayang,Kalbar,MitraBhayangkara.my.id— Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kalimantan Barat menyoroti serius dugaan tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum pengusaha PT Millennium Danatama Resources (PT MDR) terhadap Ketua DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Bengkayang, pada 2 Oktober 2025 lalu.
Peristiwa ini dinilai mencederai prinsip kebebasan pers dan berpotensi menjadi preseden buruk bagi iklim jurnalisme di daerah.
Ketua Dewan Pembina DPD AWI Kalbar, Budi Gautama, menegaskan bahwa segala bentuk ancaman, tekanan, maupun intimidasi terhadap jurnalis merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami dari AWI Kalbar memandang tindakan intimidasi dalam bentuk apa pun terhadap jurnalis sebagai serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi. Jurnalis dilindungi oleh undang-undang untuk menjalankan tugas mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi publik. Ancaman seperti ini tidak boleh ditoleransi,” tegas Budi Gautama.
Lebih lanjut, Budi menekankan pentingnya penegakan kode etik jurnalistik serta ketegasan organisasi pers dalam melakukan pembinaan terhadap anggotanya. Ia mengingatkan agar Kartu Tanda Anggota (KTA) Pers tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak benar-benar menjalankan fungsi jurnalistik.
“Setiap organisasi pers harus memastikan bahwa anggotanya bekerja sesuai koridor etika dan hukum. Jangan sampai KTA Pers dijadikan alat kepentingan pribadi atau bisnis yang mencederai profesi,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat hukum Dr. Herman Hofi Munawar menilai bahwa dugaan intimidasi melalui pesan WhatsApp — yang berisi kalimat bernada ancaman seperti ‘Kita jadi manusia juga harus tahu diri, tahu batas’ — sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan menghalangi kerja jurnalistik*.
Menurutnya, hal itu memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers*l, yang menetapkan sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi siapa pun yang dengan sengaja menghalangi tugas pers.
“Kasus ini bukan persoalan personal, tetapi menyangkut marwah profesi jurnalistik. Semua jurnalis harus bersatu menolak segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap insan pers,” tegas Herman Hofi.
Menutup pernyataannya, AWI Kalbar menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, serta mendorong aparat penegak hukum agar bertindak profesional dan sesuai prosedur.
Langkah ini penting agar **kebebasan pers di Kalimantan Barat tetap terjaga, dihormati, dan menjadi bagian dari pilar demokrasi yang sehat.
(Aspandi)