Picu Konflik Berkepanjangan, Diduga Kepala Dusun VII Desa Marendal II Manipulasi Pengurusan Dokumen Surat Tanah Hingga Berujung Kejalur Hukum.

 

Medan, Sumatera Utara MitraBhayangkara.my.idPeranan penting bagi seorang kepala desa menjadi mediator bilamana suatu saat terjadi perselisihan masyarakat yang salah satunya tentang sengketa tanah yang kerap terjadi dilingkungan masyarakat tentang warisan, jual beli, hak kepemilikan atas tanah makan kepala desa ataupun melalui kepala Dusun menjadi penengah antara individu yang saling berselisih, selanjutnya dapat menemukan solusi agar diterima kedua belah pihak hingga masalah seperti ini tidak berlanjut ke ranah hukum. Medan,Sabtu 16/8/2025.


Berbeda dengan yang terjadi di Pemerintahan Desa Marendal II Dusun VII, Skandal dugaan penyalahgunaan wewenang kembali mencoreng kinerja Pemerintahan Desa di lingkup Kabupaten Deli Serdang. Yang mana Kepala Desa Marendal II, Juprianto, dan Kepala Dusun VII, Suheri diduga kuat terlibat dalam pengurusan dokumen surat tanah yang memicu konflik berkepanjangan di antara keluarga besar Alm. Tagor Sinaga.

 

Kasus ini bermula dari tindakan Suheri yang melakukan pengukuran tanah milik Alm. Tagor Sinaga pada November 2023 tanpa sepengetahuan ahli waris. Dellin br Sinaga, salah satu ahli waris, mengungkapkan bahwa saat mempertanyakan tindakan Suheri, ia hanya mendapat jawaban yang mengelak.

 

"Saat tanah bapak saya diukur sama Suheri, saya tanya ngapain kau ukur tanah itu bg Heri, tapi jawabannya gak ada apa-apa kak. Saya bilang nanti jadi masalah, soalnya tanah itu sedang bermasalah, kemudian Suheri menjawab GK apa apa kak , aman itu," ujar Dellin kepada awak media.

 

Kejanggalan semakin mencuat ketika pada Februari 2024, terbit 11 surat tanah atas nama anak-anak Tiarni Hotmaida, anak tertua dari Alm. Tagor Sinaga. Padahal, Alm. Tagor Sinaga memiliki 12 orang anak yang seharusnya memiliki hak yang sama atas tanah tersebut, sesuai dengan surat keputusan Bupati Deli Serdang No. 592/B/13/5 tanggal 30 Desember 1981.

 

Sebelumnya, Alm. Tagor Sinaga telah membuat surat wasiat pada 15 April 1994 yang diketahui oleh Kepala Desa Marendal II, yang menyatakan bahwa Tiarni Hotmaida Sinaga mewakili 12 keluarga kandungnya. Namun, penerbitan 11 surat tanah atas nama anak-anak Tiarni Hotmaida diduga kuat melibatkan Kadus dan Kepala Desa Marendal, yang dianggap telah melanggar aturan dan prosedur hukum yang berlaku karena pada dasarnya kepala Desa lebih mengetahui tentang riwat yang ada didesa tersebut.

 

Pakar hukum agraria menyatakan bahwa penerbitan surat tanah oleh Camat melalui desa tanpa persetujuan seluruh ahli waris adalah tindakan cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum. Surat Keterangan Waris (SKW) yang diterbitkan tanpa persetujuan seluruh ahli waris dianggap null and void.

 

"SKW yang diterbitkan tanpa persetujuan seluruh ahli waris dianggap cacat hukum (null and void). Artinya, surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak pernah ada," tegas seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

 


Kasus ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa dan memicu kemarahan para ahli waris yang merasa haknya telah dirampas. Mereka menuntut keadilan dan meminta pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan Kades Marendal II dan Kadus VII dalam skandal ini.

 

"Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak kami dan memastikan para pelaku bertanggung jawab atas perbuatan mereka," tegas salah satu ahli waris yang geram.

 

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala Desa Marendal II dan Kadus VII belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan tersebut. Kasus ini akan terus bergulir dan menjadi perhatian publik, menanti tindakan tegas dari aparat penegak hukum.


(Junianto Marbun).

Post a Comment

Selamat Datang

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 1