PONTIANAK,KALBAR,MitraBhayangkara.my.id – Penanganan kasus dugaan pemerasan yang menjerat seorang wartawan Pontianak berinisial EA, kini ditahan di Polresta Pontianak, memicu gelombang kritik keras, dari publik dan organisasi pers Kalimantan Barat. Banyak pihak menilai langkah kepolisian tidak obyektif dan sarat praktik tebang pilih.
EA dituduh melanggar Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan Pasal 45 UU ITE, dengan ancaman empat tahun penjara. Namun, bukti dan kesaksian di lapangan justru mengindikasikan bahwa EA dijebak oleh pelapor yang seharusnya ikut diproses hukum.
“Kalau Ada Uang Suap, Pemberi dan Penerima Sama-sama Pelaku!”
Ilham, jurnalis yang hadir dalam aksi solidaritas di depan Satuan Tipidter Polresta Pontianak pada 27 Agustus, menilai penangkapan EA sebagai preseden buruk bagi dunia pers dan penegakan hukum.
“Kasus ini janggal. Wartawan EA datang ke lokasi karena diundang pihak yang mengaku korban. Tapi ia justru dijebak, diberi uang untuk ‘tutup berita’, lalu langsung diciduk polisi. Kalau ada transaksi uang, pemberi dan penerima sama-sama pelaku menurut Pasal 55 dan 56 KUHP. Kenapa hanya EA yang dijadikan tersangka?” tegasnya.
Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Ilham menuding penegakan hukum Polresta Pontianak hanya menyasar pihak lemah, sementara pelapor yang diduga pengusaha kayu ilegal dan pemberi uang justru aman.
“Kalau memang ada praktik sawmil ilegal, itu yang harus diusut. Jangan jadikan wartawan korban kriminalisasi. Aparat harus berani menegakkan hukum secara adil, bukan jadi alat skenario untuk menjatuhkan,” tegasnya.
Ia mendesak Kapolri dan Kapolda Kalbar turun tangan untuk mengungkap apakah ada keterlibatan oknum aparat dalam rekayasa jebakan ini.
UU Pers: Wartawan Dilindungi, Tidak Wajib Terdaftar di Dewan Pers
Tudingan bahwa EA “wartawan gadungan” karena tidak terdaftar di Dewan Pers juga dinilai menyesatkan. Mantan Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, menegaskan bahwa **pendaftaran perusahaan pers tidak wajib.
“Siapa pun dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke Dewan Pers,” ujarnya, merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 dan Pasal 18.
Dasar Hukum yang Diabaikan Polisi**
1. Pasal 368 KUHP:** Pemerasan harus ada unsur ancaman/paksaan. Jika uang diberikan secara sukarela, unsur ini tidak terpenuhi .
2. Pasal 55 & 56 KUHP: Pemberi dan penerima suap sama-sama pelaku pidana.
3. UU Pers No. 40 Tahun 1999 :
Pasal 8: Wartawan dilindungi hukum saat bertugas.
Pasal 18 ayat 1: Menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
4. Peraturan Dewan Pers No. 1/2023:** Pendataan perusahaan pers bersifat sukarela, bukan syarat legalitas.
Keadilan Jangan Jadi Barang Mahal
Ilham menegaskan, EA yang kini ditahan adalah manusia biasa dengan keluarga yang ikut terdampak secara sosial dan ekonomi.
“Ini bukan hanya soal satu orang wartawan, tapi soal prinsip keadilan. Kalau hukum hanya tajam ke bawah, publik akan kehilangan kepercayaan. Polisi harus objektif, bukan alat kriminalisasi,” tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kebebasan pers di Kalimantan Barat rawan disalahgunakan jika aparat tidak bertindak transparan dan adil. Organisasi pers mendesak:
1. Proses hukum pemberi uang suap.
2. Usut dugaan sawmil ilegal yang jadi sumber masalah.
3. Hentikan praktik jebakan yang mencoreng citra kepolisian dan melecehkan profesi jurnalis.
(Tim)