Samosir, MitraBhayangkara.my.id – Kasus pemecatan dr. Bilmar Delano Sidabutar, mantan Plt. Kepala Puskesmas Harian, terus menimbulkan gejolak. Setelah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang digunakan untuk pemberkasan CPNS menjadi PNS tahun 2023, kini dokter yang disebut-sebut menjadi “korban skenario politik” itu justru mendapat surat panggilan resmi dari Polres Samosir.
Surat bernomor B/162/VII/2025/Reskrim tertanggal 29 Juli 2025 tersebut, ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, S.E., M.M. Dalam surat itu, dr. Bilmar diminta hadir untuk memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP. Pemeriksaan dijadwalkan pada Jumat, 1 Agustus 2025, pukul 09.00 WIB di Ruangan Unit Tipidter Polres Samosir.
“Sehubungan dengan kepentingan penyelidikan, dimohon kepada saudara untuk hadir memberikan keterangan dan menemui penyelidik,” demikian isi panggilan tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan dr. Bilmar ke Inspektorat Kabupaten Samosir dan Polda Sumut terkait dugaan pemalsuan SKP untuk pemberkasan PNS. Ia mengaku dipaksa menandatangani dokumen palsu untuk kepentingan akreditasi Puskesmas, bahkan setelah dirinya tidak lagi menjabat Plt Kepala Puskesmas Harian.
Namun setelah melapor, dr. Bilmar justru dinonaktifkan oleh Bupati Samosir Vandiko T. Gultom. Ia menduga dirinya dijadikan tumbal dalam praktik “rekayasa administrasi” yang melibatkan sejumlah pejabat.
Di sisi lain, isu politik mulai berhembus kencang di tengah masyarakat dan grup-grup WhatsApp lokal. Spekulasi berkembang bahwa kasus ini terkait dengan dendam politik pasca-Pilkada, mengingat dr. Bilmar disebut-sebut dekat dengan salah satu rival politik.
“Setelah saya laporkan SKP palsu itu, justru saya yang diselidiki dan diberhentikan. Seolah-olah saya yang bersalah,” ujarnya dengan nada kecewa.
Jika benar terjadi dugaan pemalsuan dokumen, pihak-pihak terkait dapat dijerat Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat) dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun, serta Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan wewenang). Tindakan kriminalisasi ASN karena motif politik juga bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang mengatur perlindungan terhadap integritas dan netralitas ASN.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom dan Kepala Dinas Kesehatan Samosir dr. Dina Hutapea belum memberikan tanggapan atas berbagai tuduhan serius tersebut.
Publik kini menanti, apakah panggilan ini akan mengungkap kebenaran atau justru menjadi bagian dari upaya mengalihkan isu besar yang menyeret pejabat tinggi di Samosir.
(75)