MitraBhayangkara.my.id, Kupang, NTT — Sebuah dugaan pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mencuat setelah seorang nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Penfui, Kupang, Nusa Tenggara Timur, melaporkan pembekuan rekening tanpa dasar hukum serta transaksi mencurigakan senilai lebih dari satu triliun rupiah.
Pengaduan ini disampaikan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Cinta Bangsa Indonesia (KCBI) Pusat, yang diwakili oleh praktisi hukum Panal H. Limbong, S.H., M.H., CPL. Ia menyebut, kasus ini berpotensi menyeret pihak-pihak internal bank dan lembaga keuangan lainnya ke ranah pidana dan perdata.
Rekening Dibekukan Tanpa Surat Resmi
Korban, seorang nasabah atas nama Denny Jhonson Selly, mengaku bahwa rekening pribadinya di BRI Unit Penfui tiba-tiba diblokir pada 5 Mei 2025. Pemblokiran tersebut, menurut pihak bank, dilakukan atas dasar laporan dari Polres Mimika. Namun, hingga kini pihak nasabah belum menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) sebagai bukti hukum yang sah.
"Ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 40 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang secara tegas menyatakan pemblokiran hanya dapat dilakukan melalui surat resmi dari penegak hukum atau pengadilan," jelas Panal Limbong kepada wartawan, Senin (9/6).
Selain itu, BRI dinilai melanggar Peraturan OJK No. 12/POJK.07/2017 tentang Layanan Pengaduan Konsumen karena tidak memberikan pemberitahuan tertulis kepada nasabah sebelum melakukan pemblokiran.
Dana Triliunan Masuk Tanpa Izin, Lalu Hilang
Yang lebih mengejutkan, kata Panal, adalah transaksi tak lazim yang masuk ke rekening Denny. Rekening tersebut sempat dikreditkan dana sebesar Rp1.000.260.550.000 (satu triliun rupiah lebih), sebelum dana itu kemudian ditarik oleh pihak tidak dikenal.
“Siapa yang mentransfer dana sebesar itu? Mengapa BRI tidak mendeteksi dan melaporkan transaksi mencurigakan ini ke PPATK? Apakah ada keterlibatan oknum internal?” tegas Panal mempertanyakan.
Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU, setiap transaksi mencurigakan di atas Rp500 juta wajib dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Jika bank tidak melaporkan, maka bisa dijerat Pasal 5 dan 6 UU tersebut, yang memuat sanksi pidana dan denda berat.
Desakan untuk Audit dan Penyelidikan Mendalam
KCBI menuntut agar BRI Pusat segera melakukan audit internal dan membuka seluruh histori transaksi atas rekening yang bersangkutan. Selain itu, KCBI mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PPATK turun tangan menyelidiki dugaan praktik pencucian uang, serta mendorong Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut potensi tindak pidana perbankan.
“Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi indikasi sistemik yang bisa menggerus kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional,” tegas Panal.
LSM KCBI mengimbau masyarakat yang mengalami kasus serupa untuk:
Melaporkan kejadian ke OJK melalui layanan 157 atau situs resmi www.ojk.go.id,
Menyampaikan aduan ke PPATK jika mencurigai transaksi tidak sah,
Menggugat kerugian secara perdata ke pengadilan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
Catatan Redaksi: Hingga berita ini diturunkan, pihak BRI Unit Penfui dan BRI Pusat belum memberikan tanggapan resmi. Tim redaksi masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
(JS)