Dairi, MitraBhayangkara.my.id - Kasus penganiayaan terhadap Pinta Romauli Br Simanjuntak dari Desa Sileu-leu Parsaoran, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, menimbulkan keprihatinan karena diduga ditangani secara lamban oleh Polres Dairi. Pinta Romauli merasa tidak terlindungi dan mendesak agar kasusnya segera diproses secara hukum.
Kronologi Kejadian
Pinta Romauli melaporkan penganiayaan yang dilakukan oleh suaminya, Jasa Purba, ke Polres Dairi pada tanggal 19 Maret 2025. Ia mengaku sering mengalami kekerasan fisik selama 5 tahun pernikahan, termasuk pemukulan yang menyebabkan mata biru dan memar di wajah.
"Saya sudah sering dipukul oleh suami saya. Kali ini, mata saya sampai biru dan wajah saya memar," ujar Pinta Romauli kepada MitraBhayangkara.my.id.
Dugaan Ketidakprofesionalan Oknum Penyidik
Pada tanggal 21 Maret 2025, Pinta Romauli dipanggil ke Polres Dairi. Oknum penyidik BRTU Ricardo Sianturi menyatakan bahwa kasus tersebut belum bisa diproses karena belum ada hasil autopsi.
"Visum (Surat keterangan dari seorang ahli ) harus ada luka," ujar Oknum Polisi kepada Pinta Romauli.
Hal ini menimbulkan pertanyaan karena Pinta Romauli telah menunjukkan bukti luka fisik akibat pukulan dan juga rekaman video kekerasan yang dilakukan suaminya.
Tindakan Suami dan Status Hukum Rumah Tangga
Jasa Purba sempat dipanggil polisi tetapi langsung dibebaskan tanpa tindakan tegas. Pinta Romauli juga mengungkapkan bahwa suaminya mengambil paksa kedua anak mereka (usia 3 tahun 3 bulan dan 2 tahun 3 bulan) tanpa izin ibu kandung.
"Hak asuh anak seharusnya berada di bawah perlindungan ibu," tegas Pinta Romauli.
Lebih lanjut, Pinta Romauli menjelaskan bahwa Kartu Keluarga (KK) hanya mencantumkan istri dan anak, sementara suami tidak terdaftar. Hal ini menunjukkan ketidakjelasan status hukum dalam rumah tangga mereka.
Pelanggaran UU KDRT dan Desakan Korban
Pinta Romauli menegaskan bahwa kasus ini termasuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilindungi UU No. 23 Tahun 2004. Ia merasa tidak mendapat perlindungan maksimal dari aparat selama 16 tahun UU ini berlaku.
Pinta Romauli menuntut agar kasusnya diproses secara hukum dan hak asuh anak dikembalikan kepadanya. Ia juga mendesak agar kinerja aparat penegak hukum, khususnya BRTU Ricardo Sianturi, dievaluasi karena dianggap lamban dan tidak responsif.
Analisis Hukum
- Pelanggaran UU KDRT: Jasa Purba dapat dijerat Pasal 44 UU No. 23/2004 dengan ancaman penjara 5-15 tahun untuk kekerasan berat.
- Kewajiban Polri: Polres Dairi wajib memproses laporan tanpa syarat autopsi (Pasal 10 UU KDRT).
- Hak Asuh Anak: Menurut UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak, ibu berhak mendapat perlindungan dan hak asuh jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
MitraBhayangkara.my.id mencoba mengonfirmasi ke BRIPTU Ricardo Sianturi, tetapi tidak ada tanggapan.
Pewarta: Baslan Naibaho