Surabaya - MitraBhayangkara.my.id - Muhammad Agil Akbar, anggota Bawaslu Surabaya, terancam sanksi berat jika terbukti melakukan tindakan asusila seperti yang dilaporkan seorang wanita berinisial PSH di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dr Hananto Widodo., S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara dan Ketua Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), menilai kasus ini serius dan bisa berdampak buruk bagi Bawaslu.
"Yang jelas ketika aduan masuk ke DKPP akan diproses. Menurut saya kalau terbukti maka ini akan berat bagi Agil," ujar Hananto yang juga pernah menjabat sebagai Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP Jawa Timur.
"Kasus asusila yang bisa mencoreng Bawaslu secara kelembagaan, dan Agil ini sering mendapat sanksi dari DKPP," tegas Hananto.
"Yang paling berat itu ketika dia sebagai anggota Bawaslu malah berpihak pada salah satu caleg dan akhirnya mendapatkan peringatan keras terakhir dari DKPP," ujarnya.
"Kalau memang pada proses pemeriksaan DKPP nanti, aduan dari wanita yang menjadi korbannya terbukti, maka dia bisa terkena sanksi berat," terang Hananto.
Menurut Hananto, DKPP tidak pernah main-main dalam kasus kekerasan seksual. "Kalau terbukti bisa pada pemberhentian sebagai anggota. Karena sebelumnya pernah diberhentikan sebagai ketua Bawaslu," pungkas Hananto.
Sidang di DKPP terkait kasus ini akan digelar pada pukul 10.00 WIB, tanggal 10 Oktober 2024. Agenda sidang adalah mendengarkan pokok pengaduan dari pengadu, jawaban teradu, dan mendengarkan keterangan pihak terkait dan saksi.
Muhammad Agil Akbar dilaporkan atas perlanggaran kode etik berupa dugaan tindak pidana pornografi sesuai dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Serta, Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 134 Ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap tugas dan penyelenggara pemilu harus menjalankan wewenang dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat.
Kronologi kejadian berawal pada tahun 2022, saat korban dihubungi Muhammad Agil Akbar diminta untuk bertemu. Korban merasa Agil adalah senior di kampus dan di organisasi, akhirnya korban bersedia bertemu.
Kemudian seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka menjalin komunikasi yang lebih intens, dan Agil mengaku bercerai dengan istrinya. Agil menunjukkan bukti foto-foto bersama istrinya sudah tidak ada untuk meyakinkan korban.
Agil menjelaskan bahwa foto saat menikah dulu sudah dibuang atau dihapus, atas perkataan Agil tersebut, korban percaya bahwa Agil sudah menduda atau tidak beristri.
Atas pengakuan duda, akhirnya korban memutuskan berpacaran dengan Agil. Dari pacaran itu Agil Akbar sering mengajak berhubungan badan dan juga berbicara kearah seksual dan alat vital.
Agil juga sering mengirimkan foto atau gambar telanjang ke korban, dan pada 26 November 2023, Agil sedang memainkan alat vitalnya (orgasme) melalui pesan WhatsApp (WA) ke korban.
Agil sering menceritakan beberapa hal mulai dari pekerjaan serta jabatannya sebagai Ketua Bawaslu, dimana atas jabatan yang dimilikinya Agil meminta korban resign atau keluar dari anggota PPK pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya.
Agil berjanji memberi korban tugas lain yang riskan jika dikerjakan oleh penyelenggara PPK, dan memberikan konpensasi kepada korban sebagai pengganti telah keluar dari PPK sebesar Rp. 2.500.000,- setiap bulannya dimulai dari bulan Agustus 2023 sampai dengan bulan Maret 2024.
Pada 24 Agustus 2023 korban dibuatkan surat pengunduran diri oleh Agil yang ditujukan kepada KPU Kota Surabaya.
Pada tanggal 13 Oktober 2023 KPU Kota Surabaya secara resmi mengeluarkan Keputusan KPU Kota Surabaya nomor: 528 tahun 2023 tentang Pemberhentian korban sebagai anggota PPK.
Saat itu korban menghubungi Agil dan mengatakan telah keluar, kemudian korban meminta konpensasi sebagaimana yang telah dijanjikan Agil.
(Redho Fitriyadi)