MitraBhayangkara.my.id, Surabaya - Aliansi Madura Indonesia (AMI) mengecam dugaan ketidakadilan penegakan aturan dan hukum di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya (Medaeng) terkait kasus seorang napi berinisial "MSAT" yang bisa keluar masuk rutan meskipun sedang menjalani masa penahanan selama 7 tahun atas kasus pencabulan.
AMI menduga bahwa kebebasan "MSAT" untuk pulang ke rumahnya setiap minggu didapatkan dengan memberikan sejumlah uang kepada para pejabat dan petugas rutan.
AMI menilai kinerja Karutan, KPR, dan jajaran Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng) tidak profesional dan terkesan bahwa kebebasan bisa dibeli.
Sebagai bentuk protes, AMI berencana menggelar aksi besar-besaran di Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng) dengan tuntutan pemecatan Karutan, KPR, dan jajaran yang terlibat.
"Tuntutan kami memang betul ingin Karutan, KPR dan jajaran dipecat, karena secara logika, bagaimana bisa seorang napi keluar dari balik tembok besar tersebut, sedangkan mau jenguk saja pemeriksaan begitu ketat, kalau tidak ada izin dari Karutan," tegas Baihaki dalam keterangan resminya.
AMI juga akan menggandeng beberapa elemen masyarakat yang merasa teraniaya oleh aturan rutan yang terkesan tidak manusiawi.
Selain itu, AMI berkomitmen untuk memberikan pendampingan hukum kepada seluruh korban pencabulan dan pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh "MSAT" untuk melaporkan kembali ke aparat penegak hukum (APH) untuk mendapatkan keadilan.
"Sejarah akan kami torehkan kembali, bahwasanya AMI tidak akan pernah takut untuk menyuarakan kebenaran, sampai bertemu di lapangan ya," pungkasnya.
(Redho)